Gadung tulen, bukan gadungan, dan perjalanan dunia pengobatan

Cara mengatasi keracunan gadung: minum perasan daun gadung. Masalahnya gadung dimakan di tempat yang jauh dari tanaman itu.

▒ Lama baca < 1 menit

Gadung tulen, bukan gadungan, dan perjalanan dunia pengobatan

Setelah saya dewasa, apalagi bekerja di Jakarta dan tinggal di Kobek, belum pernah saya menjumpai warung menjual gadung goreng dalam kantong plastik kecil. Kalau grubi dan jipang di lingkungan saya malah ada.

Waktu saya bocah di Salatiga, Jateng, kadang ada gadung di warung. Saya sebut kadang karena ketersediannya tak sekerap penganan lain macam grubi, jipang, kacang goreng (tanpa kulit, namun kulit ari masih ada), wafer berisi wayang plastik. Hari ini saya mendapatkan gadung, istri saya menggoreng gadung mentah iris siap goreng, hadiah dari teman kami.

Jajanan murah: jipang dan grubi

Tak semua orang pernah melihat tanaman gadung (Dioscorea hispida). Saya juga belum pernah. Tetapi semua orang pernah mendengar bahwa umbi gadung itu beracun, mengandung asam sianida. Efek paling ringan adalah pusing, paling berat adalah maut. Sebelum mengolah, racun harus dibuang, misalnya dengan abu.

Menurut Mongabay, masyarakat Samar Kilang Kecamatan Syiah Utama, Kabupaten Bener Meriah, Aceh, mengolah gadung menjadi tepung maupun keripik. Racun mereka hilangkan dengan garam.

“Kami sudah terbiasa mengalami mabuk gadung atau janeng, biasa kami sebut,” kata Aman Tris, Kepala Desa Samar Kerlang. Tak pernah ada yang sampai mati. Masyarakat sana tahu cara mengatasi keracunan: memuntahkan gadung, minum air cucian beras, ditambah perasaan daun gadung.

Daun, buah, bunga, batang, akar tanaman, dan bahkan kulit batang pohon ada yang menjadi makanan bahkan obat namun ada juga yang menjadi racun. Saya membayangkan ratusan ribu tahun perjalanan peradaban manusia dilalui dengan coba dan ralat terhadap apa pun yang bisa dimakan dan diminum. Mungkin dimulai dari anak sendiri mati karena salah makan.

Dari proses itu pula secara turun temurun, dimulai dari tradisi lisan, manusia tahu mana yang berkhasiat dan berbahaya lalu mengembangkan pengetahuan tentang obat dan racun — termasuk racun yang bisa menjadi obat atau sebaliknya.

Pada tahap awal, peran dukun komunal sangat dominan. Mereka ahli pengobatan da penyembuhan yang dapat berkomunikasi dengan dunia gaib.

Kini karena hidup dalam era modern, kita berjarak dengan apa saja yang masuk ke mulut kita karena yang terlihat adalah hasil akhir. Tetap ada hal bagus sih, internet membantu seorang anak mengenali pohon jagung sebelum butirannya menjadi popcorn.

Gadung tulen, bukan gadungan, dan perjalanan dunia pengobatan

Tinggalkan Balasan