Program loyalitas konsumen ramah kertas di era ponsel

Cara hibrida: data konsumen diperoleh dari stiker dan kertas berisi nama, telepon, dan email. Padahal dari sisi konsumen cukup via ponsel.

▒ Lama baca < 1 menit

Loyalty program dengan stamps di Superindo

Saya tahu bahwa pemasaran itu penting. Saya juga tahu diri bahwa hal yang tidak saya kuasai adalah pemasaran. Maka saya pun gagal paham mengapa dalam zaman makin banyak hal bisa konsumen lakukan di ponsel masih ada program loyalitas supermarket dengan melibatkan kertas. Jelas, bagi pengusaha ini tambahan biaya.

Cara tradisional ramah kertas itu misalnya pemberkasan poin belanja dengan mengonversikannya ke dalam bentuk stiker yang disebut stamp. Semacam prangko atau materai untuk ditata dalam tabel pada kertas. Nanti setelah stiker lengkap dapat ditukarkan dengan barang.

Apakah kertas, dan stiker yang didapatkan dari kasir saat berbelanja, tidak merepotkan konsumen? Hal serupa berlaku untuk belanja di supermarket yang sama secara daring: dalam kardus paket ada stiker. Juga ada lembar kertas untuk menempelkannya yang berisi informasi.

Loyalty program dengan stamps di Superindo

Padahal stiker mudah terselip lalu hilang, dan konsumen lupa karena majalah dinding keluarga berupa pintu kulkas sudah penuh.

Itu tadi baru kerepotan menangani stiker. Masih ada lagi kerepotan berikut: menuliskan nama, alamat email, dan nomor telepon. Sebagai pengingat motorik agar konsumen melatih cara menulis tangan tentu bagus — apalagi untuk kupon berhadiah yang segepok, karena tak setiap orang punya printer genggam.

Bagi saya cara jaringan minimarket lebih efektif. Semuanya tercatat dalam ponsel. Pengusaha punya data siap olah tentang demografi, geografi, pola belanja, nilai belanja, dan seterusnya karena program loyalitas mensyaratkan keanggotaan. Poin dan hadiah konsumen diurus dari ponsel.

Supermarket juga ada yang begitu sih. Setidaknya poin terkumpul tercetak pada setruk kasir, berdasarkan data belanja periode tertentu, untuk ditukar di meja khusus. Atau, poin bisa untuk diskon di kasir.

Lalu, kembali ke contoh dalam foto, kertas dari konsumen itu jadi apa setelah pengusaha memanfaatkan data?

2 Comments

Enny Sabtu 27 April 2024 ~ 07.06 Reply

Karena tidak semua konsumen suka lihat penawaran lewat hp. Jika ada nomor nggak kita kenal menghubungi langsung diblock. Beda dengan di kertas, walau bisa juga hilang terbawa angin, tapi kadang kita ingin beli karena anak cucu kita tertarik iklan dari kertas warna-warni tersebut. Apalagi si mbak..paling heboh.
“Bu, di Hari-Hari lagi banyak diskon.” Padahal alasannya biar bisa jalan-jalan dengan alasan belanja.

Pemilik Blog Sabtu 27 April 2024 ~ 07.15 Reply

Wah terima kasih Bu Enny,
ada sisi lain dari kasus kertas. Itu tak saya pikirkan.

Soal di hape itu kalau kita pasang aplikasi si toko, yang tentu hanya kita buka saat berbelanja. Misalnya Alfagift. Tetapi nyatanya, nah ini, poin atau semacamnya yang bisa ditukar barang, sering hangus karena saya malas ngecek. 🙈

Kalau poin di Tokopedia muncul saat kita klik mau bayar, lumayan dapat diskon.

Tinggalkan Balasan