Konteks foto Lebaran di Masjid Agung Jateng

Tanpa keterangan, sebuah foto berita bisa menjadi gambar yang memancing tanya dan mengalirkan tafsir.

▒ Lama baca < 1 menit

Konteks foto Lebaran di Masjid Agung Jateng

Foto berita tunggal koran Kompas hari ini (12/4/2024), yang terbit setelah prei dua hari Idulfitri, menampilkan hal yang biasa namun bagi saya menarik. Biasa karena selain Kompas, warganet juga memotret kunjungan warga non-Muslim untuk mengucapkan selamat.

Bunyi kapsi foto:

Satu keluarga usai menjalankan shalat Id berfoto dengan beberapa suster yang berkunjung bersama tokoh lintas iman untuk silaturahmi Idul Fitri di Masjid Agung Jawa Tengah, Kota Semarang, Jateng, Rabu (10/4/2024). Kunjungan yang juga diikuti Uskup Agung Semarang Mgr Robertus Rubiyatmoko itu sebagai wujud persatuan lewat toleransi antarumat beragama.

Saya sebut menarik karena sebagai foto tunggal dia sudah menjelaskan peristiwa secara ringkas. Itulah yang disebut foto berita. Ada juga yang bilang berita foto.

Kelak, lain waktu, bahkan tahunan mendatang, foto ini juga bisa menjadi foto ilustrasi untuk berita lain. Sebagai ilustrasi, foto ini harus menyertakan info apa, siapa, kapan, di mana dan lainnya secara ringkas. Artinya produk jurnalistik sebagai bagian dari sejarah sejak awal menghadirkan konteks.

Konteks foto Lebaran di Masjid Agung Jateng

Foto tunggal dalam koran tersebut adalah comotan dari serial berisi 14 foto yang sudah muncul dalam galeri daring Kompas.id, terbit Rabu pagi (10/4/2024), pas Idulfitri, dua hari sebelum versi koran. Bagi saya, seleksi foto tunggal untuk koran, dari galeri daring, itu pas.

Saya katakan pas karena unsur minat insani (human interest) kuat, sedangkan untuk foto Uskup Agung Semarang Mgr. Robertus Rubiyatmoko menyalami jamaah sudah muncul di televisi dan medis sosial sebagai peristiwa seremonial nan penting.

Tanpa kapsi pun, unsur visual foto tunggal dalam koran sudah menarik. Ada kopiah, baju koko, jilbab, dan kerudung biarawati Katolik, dengan latar kubah masjid dan minaret.

Namun jika tanpa kapsi, konteks foto tak menyapa mata pembaca, sehingga memunculkan tanya, “Ini apaan sih?” Apalagi jika foto itu muncul lima tahun mendatang sebagai hasil pencarian gambar di internet.

Lalu bagaimana jika foto ini kelak ketika disambar kanan kiri dengan konteks tak terangkut, padahal disebarkan dengan niat baik?

Saya sih percaya teknologi dan kecerdasan artifisial, termasuk yang dipakai mesin pencari, dan lebih dari itu percaya pada niat baik banyak pihak untuk menjelaskan konteks sebuah foto disertai bukti kearsipan.

Jika sebuah foto masih tersimpan di bank imaji sebuah lembaga, misalnya milik media macam Kompas maupun agensi macam Antara Foto, ada EXIF disertai kapsi.

2 Comments

Dedi Dwitagama Jumat 12 April 2024 ~ 15.17 Reply

Itulah Indonesia …. Aku berjanji padamu ….

Pemilik Blog Jumat 12 April 2024 ~ 16.36 Reply

Selamat Idulfitri, Pak Guru 😇🙏💐

Tinggalkan Balasan