Foto mudik: Masih tertarikkah media berita menyajikan yang terbaik?

Mungkin sebuah paradoks: justru di era fotografi digital maka tak setiap media dapat membuat foto berita yang bagus.

▒ Lama baca < 1 menit

Foto mudik: Masih tertarikkah media berita menyajikan yang terbaik?

“Gimana sih, bikin media online nggak niat, foto-foto berita mudik nggak ada yang keren,” kata pria yang sedikit lebih muda dari saya itu kepada pria muda di sebelahnya, sambil menunjukkan layar ponsel. Mereka duduk memunggungi saya di sebuah tempat untuk menunggu, pekan lalu.

Saya membayangkan jika menjadi awak media yang sedang dia gerundeli pasti tersinggung. Kerja berat saban hari, dengan target jumlah berita yang bikin stres, cara penulisan harus mendongkrak trafik, kok dibilang nggak niat. Memangnya jurnalis sama dengan bloger yang menulis sesukanya, cuma buat mengerem amnesia?

Foto mudik: Masih tertarikkah media berita menyajikan yang terbaik?

Mungkin karena pria itu dari golongan sebaya saya, yang sempat termanjakan oleh masa jaya media cetak, maka foto menjadi perhatian. Padahal kini, ketika semua informasi serbasegera, maka foto bisa sekadarnya seperti orang mencuit di X.

Mungkin pembaca juga tak menuntut foto layak pandang sebagai harga mati. Ada ya syukur, tidak ada ya bukan soal. Foto bagus ada di tempat lain, bisa diendus mesin pencari.

Foto mudik: Masih tertarikkah media berita menyajikan yang terbaik?

Yang saya sebut foto sejak alinea pertama pos ini adalah foto hasil media yang bersangkutan, bukan foto bagus dari media lain, bukan dari agensi macam Antara Foto, juga bukan foto ilustrasi freemium.

Di mana masalahnya? Para penerbit lebih paham. Saya sih berharap dugaan dan pengandaian saya salah.

Dalam hal apa? Fotografi jurnalistik adalah kemewahan, harus menggaji pewarta foto dan reporter bermata jeli namun dapat meliput dengan mendalam dan dapat menulis secara genah.

Foto mudik: Masih tertarikkah media berita menyajikan yang terbaik?

Untuk konten visual, redaksi harus menyediakan peralatan layak. Saya menduga tak semua media punya alat memadai termasuk drone. Itu semua, yakni gaji dan fasilitas, tak menjamin akan menjadi konten yang mendongkrak trafik.

Semoga saya salah. Namun di sisi lain, saya merasakan sebuah keanehan. Dahulu pada masa fotografi analog, aktivitas fotografi memang mahal, tak semua orang punya kamera, namun tak semua media punya pewarta foto kuat. Malah sekarang, eh sudah lama, di media sosial muncul foto-foto bagus dari warganet tanpa pretensi menjadi foto berita (¬ lihat arsip: Hujan di Hari Minggu).

Persoalan foto jurnalistik

Kini setelah fotografi digital menjadi barang biasa, karena ponsel setiap orang dapat memotret, fotografi jurnalistik bagi sebagian media berita tetap barang mewah. Bikin media yang laku sekaligus bagus itu sulit (¬ arsip: Hikmah Kabar Menkes).

Persoalan bisnis media berita

Di sini sengaja saya tampilkan foto berita dari Kompas.id karena konten di sana tak terbuka untuk khalayak ramai, mungkin memang dirancang untuk khalayak senyap. Sedangkan foto-foto mudik lainnya yang sip, bisa Anda tengok di beberapa media berita gratis.

Situs berita yang ramah ponsel

Tinggalkan Balasan