Wajib ada saat Lebaran: biskuit kaleng dan sirop. Sejak kapan?

Kini biskuit bukan barang langka, tapi biskuit kaleng tetap laku menjelang hari raya. Es sirop juga terhidang, bersama air putih dalam gelas plastik.

▒ Lama baca 2 menit

Wajib ada saat Lebaran: biskuit kaleng dan sirop, lalu sejak kapan?

Tadi di Indomaret saya lihat pemampangan kaleng biskuit dan sirop secara khusus. Sangat tertata. Di Alfamart juga begitu setiap menjelang Lebaran. Pun minimarket lain, serta juga supermarket. Di mana-mana begitu.

Tetapi makin ke sini saat berlebaran di rumah orang saya jarang disuguhi biskuit kaleng. Untuk minuman sirop dingin biasanya tuan rumah menawari dahulu, siapa tahu tamunya memilih air putih atau malah kopi — ada juga yang minta teh tawar.

Wajib ada saat Lebaran: biskuit kaleng dan sirop, lalu sejak kapan?

Saya adalah bagian dari generasi baby boomers di ujung akhir. Maka saya mencoba mengingat sejak kapan biskuit kaleng — Khong Guan adalah rajanya, dia itu sang legenda hidup — menjadi hidangan.

Mungkin “roti kaleng” hadir di meja tamu pada awal Orde Baru ketika modal asing masuk dan makanan serta minuman impor ada di mana-mana, bahan di tempat yang jauh dari kota.

Wajib ada saat Lebaran: biskuit kaleng dan sirop, lalu sejak kapan?

Ingatan saya bisa salah. Maka diperlukan riset foto keluarga di mana pun ketika Idulfitri tiba. Masalahnya, fotografi dahulu, masih berfilm, itu mahal, tak terjangkau semua orang. Belum tentu ada foto yang menampilkan hidangan di meja makan — misalnya ketupat dan opor ayam — maupun meja tamu. Iklan biskuit dan minuman menjelang hari raya, termasuk Natal dan tahun baru — ini perlu dicari.

Lalu sebelum biskuit apa camilannya? Saya ingat ada kue kering, misalnya kue jahe berbentuk burung emprit, kue kuping gajah, dan kue dolar. Selain itu tentu kacang bawang.

Kalau di desa biasanya ada jadah, wajik, dan krasikan serta jenang dodol. Namun di rumah bilik saya selalu ada kue kering bikinan sendiri yang ditancapi cengkih — suatu hal yang dahulu jarang saya jumpai.

Nah, untuk minuman manis yang bukan teh, dulu juga ada, orang tua menyebutnya setrup (dari bahasa Belanda stroop), umumnya berwarna merah dengan perisa frambos. Rasa jeruk apalagi leci dan melon belum ada. Namun ada juga yang menyuguhkan limun lokal, botol belingnya bertutup porselen dengan kawat pengencang. Limun rasa sarsaparila adalah juara. Sensasi karbonasi berupa sendawa itu nikmat.

Maka kembali ke awal cerita : biskuit kaleng itu kenapa masih jadi pilihan, padahal di hari biasa juga mudah didapat. Dalam kemasan ekonomis terbungkus plastik juga ada di warung tetangga. Biskuit bukan barang langka. Tersedia dalam beragam rupa dan harga. Hadiah Lebaran juga menyertakan biskuit kaleng.

Adapun untuk seterup, dahulu kala setidaknya sampai awal 1980-an, tak semua rumah tangga punya kulkas. Untuk es sirop berarti tuan dan nyonya rumah harus membeli es batu untuk dipecahkan.

Kalau penjual es batu tutup karena Lebaran, minuman manis yang berwarna itu dihidangkan bukan dalam gelas berembun.

Tinggalkan Balasan