Saya tahu cara menggunakan palu darurat untuk memecahkan kaca: tinggal saya pukulkan ke sasaran. Mestinya begitu, bukan? Tapi bagaimana melepaskan palu dari dudukan dalam bus dan kereta api, saya tidak tahu.
Misalnya pun cara melepaskannya ternyata mudah, saya tidak tahu bagaimana cara memukul yang aman agar serpihan kaca tak mengenai mata saya dan orang lain.
Kenapa saya tak mencoba melepaskan palu yang menempel pada dinding interior LRT? Saya hanya memotretnya. Begitu pun sebelumnya pada bus dan kereta api lainnya, belum pernah tebersit sama sekali untuk mengetes. Sama seperti tak ada keinginan mencoba rem darurat sepur maupun pintu darurat pesawat. Pun terhadap tombol dalam kotak kaca yang harus dipecah, setidaknya ditonjok, padahal tak terjadi kebakaran.
Artinya, kita butuh panduan. Lho, bukannya di YouTube ada, misalnya dari Anthony Hambali, juragan bus Sumber Alam? Saya lebih suka jika dalam bus dan kereta juga ada panduan ringkas via layar monitor. Namun saya pernah mendapati dudukan palu dalam bus itu kosong. Isinya hijrah entah ke mana.
Seingat saya, satu-satunya percobaan melepaskan alat keamanan dari tempatnya yang pernah saya lakukan adalah terhadap tabung pemadam kebakaran (APAR). Lalu mencoba menyemprotkan? Tidak. Karena jika saya coba tanpa arahan di luar pelatihan malah jadi masalah, isinya habis, bikin kotor. Saya lupa kenapa dahulu kala absen dari pelatihan mengatasi kebakaran.
Yang saya ingat soal penyelamatan, HRD pernah kebingungan ketika saya meminta sekretaris dengan kualifikasi mampu melakukan rappelling gedung untuk rescue dan jika perlu piawai parkour plus bela diri dan tentu sepak bola. Kenapa? Saya tidak bisa melakukannya.
Bagian rekrutmen menganjurkan saya mencari orang dari pasukan komando, bukan dari sekolah sekretaris.