Mata tombak, bukan tumbak cucukan

Pagar besi dengan ornamen ujung tombak keemasan sudah kedaluwarsa. Kini di era medsos, rujukan lebih kaya.

▒ Lama baca 2 menit

Ujung besi pagar bergaya tombak sekarang tidak laku

Orang Jawa menyebut tombak sebagai tumbak. Maka ada istilah tumbak cucukan. Artinya: orang yang suka mengadukan orang lain kepada siapa saja. Apakah orang macam ini pantas jadi agen rahasia? Tetap bisa. Asalkan lihai bermain peran.

Lamunan tentang tombak dan orang bocor mulut itu muncul saat saya berdiri di depan sebuah rumah, menunggu seseorang dari rumah lain sejauh lima puluh meter. Pagar besi rumah kosong itu berornamen ujung tombak. Rumah-rumah lain di kanan, kiri, dan depan juga.

Kemudian lamunan saya pun berkelok karena orang yang saya tunggu sudah dua belas menit beluk juga menampak. Saya melamunkan gaya pagar. Tepatnya gaya tombak yang ujungnya dicat keemasan atau ketembagaan. Sejak kapan ada?

Saya menduga gaya tombak itu muncul awal 1980-an tatkala bengkel las menjamur dan pembuatan pagar besi, sekalian pintu pagar geser, menjadi mode. Setiap bengkel las punya ornamen mata tombak. Mungkin dipasok oleh sentra kerajinan besi cor seperti di Batur, Klaten, Jateng.

Kini saya berkesan gaya pagar tombak sudah luntur bahkan habis. Generasi anak apalagi cucu pemesan pagar tombak sudah berbeda selera.

Sebenarnya pada masa jaya pagar tombak ada juga selingan gaya simpel, berupa pagar dengan hollow kanal C ditancapkan vertikal pada bidang beton. Pagar bangunan pemerintah dulu juga banyak yang begitu. Kesannya modern.

Pada awal 2000-an muncul gaya minimalis: pagar dan pintunya hanya berupa bilah vertikal dari hollow pipih hitam, dengan sisi terlebar menghadap ke samping, bukan ke jalan. Dengan maupun tanpa tambahan plastik fiber, bilah agak rapat sudah menjadi tabir halaman dalam. Begitu pelintas jalan bergeser, sebagian celah vertikal intipan itu pun tertutup.

Sejak dulu saya membayangkan penancapan bilah hollow tipis secara diagonal. Bilah berdiri menyerong 45 derajat namun tetap menyisakan jarak antarbilah tiga jari. Inilah pagar terbuka tetapi tertutup tanpa menambahkan plastik hitam.

Apakah saya menerapkan hal itu untuk rumah saya? Tidak. Saya tetap membuat pagar terbuka dengan pipa dan besi as tanpa tabir plastik. Ada risikonya sih: tikus dan kucing mudah masuk.

Kini pagar logam kian beragam. Dari model lembar besi dilubangi dengan teknik laser sampai expanded metal.

Lalu apa sisi yang menarik dari ragam pagar? Kini ada mobile internet, gambar contoh pagar bertebaran dalam ponsel, sehingga toko bangunan, bengkel las, dan tukang punya rujukan yang sama. Media sosial dan lokapasar menjadi album publik. Show, don’t tell secara harfiah, secara visual. Itulah jawaban untuk pertanyaan kenapa dulu pintu gerbang belok tak sebanyak sekarang.

Pada era tombak, pemesan harus menggambar, atau memotret dan mencetaknya, untuk ditunjukkan kepada bengkel las. Dengan gambar teknis yang jelas tentu lebih bagus, ada hitungan sampai ke milimeter.

Tetapi gambar teknis bukanlah jaminan. Pintu pagar pesanan saya melebihi ukuran dalam gambar sehingga tukang bangunan harus mengikis kolom beton dengan pahat. Si juragan las cuma cengar-cengir klecam-klecem kemeplak kemepruk temendhang dengan satu tangan berkacak pinggang, sementara satu tangan lainnya sempat menggaruk-garuk kepala.

Untunglah semua urusan membangun rumah dihandel pemborong. Dialah yang menceramahi juragan las. Alhasil saya memetik hikmah tentang dua jenis toleransi.

Pertama: toleransi matematis dalam pekerjaan metal yang mestinya dikuasai juragan las, kecuali nilai matematika dia hanya empat dalam ijazah SD seperti saya. Kedua: toleransi dalam arti menenggang kesalahan orang lain yang saya bayar.

Ujung besi pagar bergaya tombak sekarang tidak laku

3 Comments

junianto Kamis 18 Januari 2024 ~ 19.57 Reply

Apakah orang yang tadi ditunggu kedatangannya oleh Paman itu konco glidhik?

Pemilik Blog Jumat 19 Januari 2024 ~ 13.22 Reply

Sama sekali bukan. Kami adalah undangan ke Balai RW 🤣

Tinggalkan Balasan