Ucapan dalam judul itu layak tersebutkan tiga puluh lima tahun lalu, bahkan lebih, tatkala urusan desain grafis sudah dientengkan oleh komputer.
Sebelum ada komputer untuk urusan olah gambar dan desain grafis, semua pekerjaan masih manual pol dengan kertas, perekat semprot, huruf dan raster gosok impor macam Mecanorma dan Letraset maupun yang lokal macam Rugos, serta hasil phototypesetting (¬ lihat Wikipedia). Intinya itu pekerjaan sulit. Generasi boomers mengalaminya.
Lamunan tentang kerepotan masa lalu itu mengaliri benak saya saat berjalan melipir pagi hari dan bersua kios tutup yang melayani aneka produk dengan cetak digital.
Kini bahkan dengan ponsel pun dapat membuat desain gambar untuk kaus lalu mesin cetak digital, yang disebut sablon digital, tinggal mengeksekusi.
Itulah buah kemajuan teknologi. Makin ke sini harus makin mudah. Bikin kaus satuan bukan masalah, demikian pula membuat purwarupa fisik desain kemasan setelah melihat simulasi rupa trimatra di komputer. Bahkan segala urusan trimatra menjadi lebih murah setelah ada printer 3D.
Eh, ke mana arah cerita saya?
Pos ini saya tujukan kepada orang sebaya dan yang lebih tua, yang sering mengisahkan kejayaan masa lalu dengan menambahkan bumbu keluhan seputar dunia kreatif, dari seni visual jingga musik dan pertunjukan.¹
Misalnya, “Dulu, zaman kita anu anu anu anu. Anak-anak sekarang nggak paham konsep, ingin shortcut proses…”
Entah apa kelak nostalgia dan keluhan generasi X tentang anak-anak dan cucunya.
Di mata orangtua saya, generasi saya punya kekurangan yang layak mereka keluhkan. Ada saja jika dibandingkan dengan generasi mereka. Demikian pula generasi kakek saya terhadap bapak ibu saya apalagi terhadap generasi saya dan anak-anak saya.
Setiap generasi punya masalah dan solusi masing-masing.
¹) Juga saya tujukan untuk saya sendiri