Setiap kali harga cabai, minyak goreng, telur, daging ayam, dan daging sapi meninggi, media berita memuat foto pedagang di pasar. Ada yang berupa foto berita terbaru, dengan kapsi 5W+1H, dari Antara maupun hasil jepretan orang dalam, dan ada pula hanya ilustrasi yang bersumberkan bank foto premium dan freemium.
Foto dalam koran Kompas ini termasuk foto rutin dalam bingkai pemaknaan paragraf di atas. Namun bagi saya foto ini menarik karena berbeda dari media lain. Ketika dikemas dalam tata letak grafis koran cetak, foto kecil ini tampak menonjol. Dalam berita laman web, dia bisa tergelincir menjadi foto ilustratif.
Koran cetak memiliki ruang untuk stopper, atau foto berita tunggal. Kapsi foto sudah merupakan berita. Kalau web? Sebenarnya bisa, bahkan web memberikan lebih banyak keleluasaan visual. Namun tema web dinamis bisa dianggap merepotkan bagi redaksi karena terlalu banyak opsi. Ketika suatu saat redaksi berganti tampilan visual, variasi kemasan visual lama harus diingat.
Lalu apa masalahnya? Saya kadang lebay, khawatir makin banyak media berita daring yang tak peduli foto berita bagus karya sendiri dengan alasan berhemat, lagi pula pembaca juga belum tentu mengapresiasi. Atau dalam guyon pemagang pewarta foto, “Boro-boro pembaca, redaktur bahkan pemred belum tentu menghargai foto bagus yang bukan berisi tokoh atau seleb.”
Beberapa tahun lalu, seseorang bilang akan bikin media berita daring, lalu saya menanya soal foto dan pewarta foto. Jawabannya, “Gampang, foto tinggal ngembat. Lebih ngirit. Kalo kita punya foto bagus, pembaca juga nggak terkesan. Malah foto kita bisa diembat media lain.”