Tiga hari buta berita; ternyata bisa, bahkan merasa kurang

Nikmat juga berpuasa media sosial dan berita justru setelah ponsel menjadi komputer genggam sakti serbabisa.

▒ Lama baca < 1 menit

Tiga hari berpuasa media sosial dan media berita

Jumat lalu sebelum subuh aku sudah bangun, mandi, lalu ketika fajar menghampar aku naik ojek ke titik temu.

Di sana aku menunggu cukup lama sampai pagi lebih terang dan lebih sibuk, aku habiskan waktu di warung kecil penjual kopi sasetan dan camilan murah di sebelah SPBU. Selama menunggu aku tak membuka grup WA, X, maupun media berita.

Ponsel lebih sering aku pakai untuk memotreti apa saja yang menarik. Waktu selebihnya untuk mengamati sekitar, ngobrol seperlunya dengan pemilik warung dan pengudap lain. Aku merasa nikmat. Lama aku tak merasakan hal macam ini.

Justru ketika informasi kian kencang dan datang bagai bah aku merasa ingin mengatur jarak. Ini perlu agar aku masih punya waktu untuk memperhatikan dunia kecilku.

Selain melamun aku bisa memperhatikan bagaimana buruh bangunan yang menggarap apartemen mengganjal perut sebelum sarapan. Cukup dengan Rp5.000 beroleh kopi dan gorengan.

Aku memperhatikan sepatu proyek yang sudah tak layak pakai, rompi bereflektor yang lusuh, dan lebih banyak lagi. Selebihnya setiap orang di sana asyik dengan ponsel masing-masing.

Jumat itu, setelah mobil berjalan, dari pagi hingga sore, aku malas menggunakan ponsel untuk membaca dan menulis. Di dalam mobil bergerak aku kewalahan menghadapi layar ponsel. Peranti komunikasi yang menjadi komputer genggam itu hanya aku fungsikan untuk memutar musik.

Jumat petang hingga malam, aku tetap berpuasa media sosial dan media berita. Di kamar hotel, televisi aku matikan. Lalu selama Sabtu, pagi hingga tengah malam, ponselku hanya untuk memotret secara iseng, selebihnya masuk kantong. Sisa waktu banyak aku habiskan untuk ngobrol dengan likuran teman lama semasa kuliah sejurusan seangkatan. Ada juga yang untuk jalan-jalan sendirian.

Minggu pun sama, sebelum kembali ke Bekasi, dan selama perjalanan, hingga tiba di rumah saat senja, aku berpuasa media. Apalagi setelah itu aku langsung tidur hingga pagi esoknya.

Sebenarnya aku tak total berpuasa karena ada satu dua komen di blog ini yang aku tanggapi.

Tiga hari tiga malam aku merasa lega. Tak terikat ponsel. Sementara salah satu teman seperjalanan selalu menyunting berita melalui ponsel padahal sejak kuliah dia berkacamata tebal.

Namun tiga hari tiga malam bagiku masih kurang. Di sisi lain aku sadar, selama tiga hari tiga malam tak mungkin tanpa ponsel karena dalam ponsel ada dompet digital dan aplikasi memesan ojek.

Aku berharap suatu kali bisa tanpa ponsel, misalnya pun untuk memotret tetap memakai kamera biasa. Tetapi mungkinkah kembali ke masa sebelum mengenal ponsel?

¬ Ilustrasi dihasilkan oleh kecerdasan artifisial

3 Comments

junianto Rabu 20 Desember 2023 ~ 13.36 Reply

BTW Paman hebat, bisa tiga hari puasa ponsel untuk medsos dan media berita. Saya sendiri susah tercengkeram erat-erat oleh ponsel.🙈

junianto Selasa 19 Desember 2023 ~ 22.24 Reply

Ilustrasi karya AI, Paman versi wong Cino.😁

Pemilik Blog Rabu 20 Desember 2023 ~ 05.24 Reply

Kalo ngarang wajah orang, belum semua produk AI pinter. Untuk wajah Jawa misalnya, hasil belanja mata dia dari jutaan foto masih bikin Di bingung.

Tinggalkan Balasan