Infotainment adalah informasi yang dikemas secara menghibur, dengan bumbu drama jika perlu. Kalau politainment? Praktik komunikasi politik dengan mengedepankan kemasan hiburan. Isi pesan berupa konsep hingga rencana kerja tidak penting, yang utama adalah hiburan dan rasa girang.
Menarik, opini Nurul Hasfi, dosen Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Diponegoro, Semarang, di koran Kompas hari ini: “Pemilih Muda dan Buaian Politainment“.
Praktik itu berlangsung di sejumlah negeri. Malah Amerika di zaman Richard Nixon, abad lalu, juga ada. Di Spanyol, pesan politik disampaikan melalui video tarian. Di Indonesia, Anies Baswedan maupun Ganjar Pranowo pun memanfaatkan acara TV.
Nurul menulis, “Strategi pop-politik meminimalkan ekspos pada sosok otentik calon pemimpin yang berwawasan luas dan memahami masalah bangsa.”
Artikel tersebut menyoroti cara kampanye Bongbong Marcos Jr. dalam pilpres di Filipina (2022). Dia menolak menjawab pertanyaan sulit dari jurnalis, menghindari debat, dan lebih suka berbagi video yang menghibur, misalnya kisah cinta orangtuanya, Ferdinand dan Imelda. Intinya adalah membangun narasi palsu. Padahal setelah jadi presiden, kinerja Bongbong buruk.
6 Comments
Filipindo?
Lha….. 😂😂😂😂
Lha….. 😂
Waduh, kok kayak cara mase yang bukan Mas Antyo itu?
Oh berarti Mas Dhodho
🏃♂️