Tadi dari arah selatan saya berjalan kaki menuju pulang mengambil rute yang berbeda, tak memotong kompas. Sebelum belok kiri tampak jam digital, maksud saya display penunjuk waktu gaya analog dari LED. Setelah saya belok, eh papan peraga sudah berganti muatan.
Seperti anak kecil saya berdiri sebelum depan kios ATK dan pulsa itu. Salindia terus berganti. Sampai belasan. Tetapi jam tak kunjung terbit. Saya terus menanti. Akhirnya tertampaklah jam itu.
Selama menunggu, saya membaca apa saja tawaran si kios di dekat gerbang komplet itu. Macam-macam yang ditawarkan. Antara lain tisu, kabel data, dan layanan keuangan.
Oh, akhirnya kios ini jadi palugada. Apa lu mau, gua ada. Hebat juga.
Lalu? Mari bicara soal signage. Sebelum ada teknologi LED, lebih khususnya lagi sebelum listrik merata, kerlap neon warna-warni saat malam adalah citra kota. Maka film Indonesia lawas sering menampilkan Jakarta dengan kilau semarak neon di Jalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk, sentra hiburan malam.
Kini dekorasi LED untuk tempat usaha menjadi pemandangan biasa di kampung. Produknya murah. Hemat setrum pula. Maka kios palugada pun tampil menyala di jalan temaram.
2 Comments
Dulu toserba, sekarang toko palugada. 😁
BTW istilah toserba sudah tergusur minimarket dan supermarket.
Lha nggih niku, apalagi di lokapasar digital