Lantai basah maupun berdebu bisa bikin terpeleset

Entah bagaimana debu dan karbon di rumah pinggir jalan raya, apalagi yang aspalnya habis, tinggal tanah dan kerikil.

▒ Lama baca 2 menit
Banyak debu selama kemarau, ditambah polusi karbon
LICIN | Karet ganjal pintu di atas lantai kering berdebu menjadi tidak peret untuk mengerem.

Kemarau ini kualitas udara sangat buruk. Banyak debu, banyak polutan karbon. Ramai berita tentang ISPA. Bekerja dari rumah diberlakukan di perkantoran. Salah satu hal yang terasa sangat mengganggu adalah debu di lantai. Telapak kaki terasa ngeres. Ketika kaki menapak keset maka jejaknya menghitam.

Kebetulan tetangga depan rumah sedang merenovasi rumah, termasuk mengganti atap. Debu proyek pun menebari sekitar. Ketika saya tanya bagaimana kerepotannya mengurus rumah penuh debu dia hanya tertawa, “Habis gimana, Mas?”

Jika kita bersandal dalam rumah juga terasa ngeres. Selain itu lantai menjadi licin padahal kering. Ya, lantai bisa licin karena basah dan dapat pula tersebab debu. Di atas trotoar rata halus, tetapi miring menanjak maupun menurun, padahal banyak pasirnya, kita bisa terpeleset lantaran sol alas kaki kita mulus rata seperti sandal jepit.

Banyak debu selama kemarau, ditambah polusi karbon
LUAR | Debu tebal melekati jalusi tingkap peranginan pada dinding depan rumah. Demikian pula jalusi pada pintu di sebelahnya.

Maka ketika lantai ngeres, karet ganjal pintu di atas lantai marmer, yang tak selicin keramik, pun selalu bergeser, gagal mengerem. Jika lantai bersih, ganjal bisa berfungsi. Kalau karetnya kurang pakem mengerem tinggal kita lembapkan.

Lantai keramik berdebu bisa berbahaya ketika kita memasang tangga tanpa ada yang memegangi. Sepatu pada kaki tangga sandar berbahan aluminium bisa bergeser saat tangga terbebani tubuh kita. Saya sudah mengalami, tangga melorot karena sepatunya bergeser, sehingga anak tangga tak tergapai kaki saya.

Banyak debu selama kemarau, ditambah polusi karbon
PANEN | Mobil hanya dalam carport saja menuai debu, apalagi ketika dibawa jalan ke luar rumah.

Untunglah lengan dan siku saya bertumpu rangka lubang atap di teras lantai dua, kepala menyembul di atas atap, tubuh lurus menggantung. Tanpa pertolongan, setelah saya tak kuat akan jatuh, ke bawah sekitar lima meter.

Begitulah, butiran halus pada lantai kering dapat menggelincirkan kita. Tetapi sekitar tiga puluh tahun silam, sebagai bocah tua kadang saya dan sejawat bermain luncur di lantai kantor setelah banyak yang pulang. Sejawat saya menaburkan bedak murahan lalu kami melakukan sliding seperti skating.

Si bocah tua pemilik bedak dan inisiator main luncur itu seorang aktivis sejak mahasiswa. Di kemudian hari dia menjadi wakil ketua Komnas HAM, dua periode sebagai anggota Dewan Pers, pada babak kedua sebagai ketua.

Banyak debu selama kemarau, ditambah polusi karbon
LEBU | Jangankan di luar rumah, di dalam saja debu halus segera hinggap setelah perabot dibersihkan. Ada olesan jejak jari “debu” untuk menunjukkan beda kilau permukaan.

Pada masa Orde Baru dia dikejar-kejar aparat keamanan, diawasi intel, misalnya ketika bertandang ke rumah Pramudya Ananta Toer, lalu Departemen Penerangan meminta perusahaan pers tempat dia bekerja memecatnya karena dia salah satu pendiri AJI. Namun setelah Reformasi dia, yang pernah menghibahkan radio untuk tapol kepada saya, ditunjuk ikut Tim Pokja Reformasi Polri, lembaga ad hock bentukan polisi.

Tentu itu semua bukan karena bedak yang selembut dan selicin lebu. KBBI maupun Bausastra Jawa mengenal lebu. Dalam bahasa Jawa lebu berarti debu yang halus.

Adapun debu dalam bahasa Jawa disebut bledug — bedakanlah dari bledhug. Bledug juga berarti anak gajah. Bayangkan butiran debu sebesar anak gajah.

Bukan tembakau susur tapi debu

Debu, dengan maupun tanpa deru

Goda jajanan pinggir jalan saat debu beterbangan

Tinggalkan Balasan