Kalau suvenir rokok dan korek gas ini diberikan sekarang pasti tidak mungkin. Pertama: harga rokok makin mahal. Kedua: pembatasan untuk mengasap, karena regulasi maupun terlebih secara sosial, kian meluas. Namun harap maklum, pembagian rokok ini pada 2007, tujuh belas tahun silam. Meskipun rokok saat itu murah, ada juga tamu yang okol: mengumpulkan rokok suvenir.
Bagaimana jika si empunya membagikan rokok tanpa cukai, dengan merek nama mempelai?
Saya menduga mereka akan didatangi petugas Bea Cukai karena semua rokok yang diproduksi massal sekeluar dari pabrik harus bercukai, dan sebelumnya harus berizin, bahkan kandungan tar dan nikotinnya harus diperiksa laboratorium berwenang (¬ Info bergambar seputar rokok).
Sekarang misalnya sahibulhajat membagikan rokok tingwé dengan papir beraneka merek juga tak mungkin. Taruh kata pengerahan puluhan bahkan ratusan pelinting bukan masalah, pasti akan mengundang protes dari tetamu.
Kalau di perdesaan sih masih lumrah ada stoples atau gelas berisi rokok di rumah yang punya gawé. Tetapi yang saya alami dalam cerita lama itu di Jakarta. Pestanya megah. Sajiannya berlimpah. Jumlah buah anggur hijau besar beneran melebihi yang dipajang di supermarket premium. Tetamu tak berdesakan apalagi saling serobot.
Masalahnya saya lupa itu pernikahan siapa, hanya agak ingat bahwa mempelainya relasi istri saya, tetapi saya lupa di hotel mana. Tema warna dekorasi dan busana keluarga dan pager ayu dari agensi serbahijau.
2 Comments
Wao berani dan unik ya ide penyelenggara pesta pernikahan tersebut. Ahaha. Kalau dulu ayah saya yang dapet, pasti suweneng banget tuh Mas. Perokok addict 🤭
Kalau sekarang, mungkin bungkusnya aja rokok, dalemnya permen ehehe
Saya pernah baca posting Mbak Uril mengembangkan papa yang suka merokok dan ngopi 🙏