Saya yakin bukan hanya saya yang mengalami bagian depan rumah, di luar pagar dan pintu gerbang, dikotori sampah yang dibuang sembarangan, bukan hanya oleh anak-anak tetapi juga orang dewasa. Contoh paling sering terlihat untuk sampah orang dewasa adalah puntung rokok. Padahal di dekatnya ada bak sampah.
Sampah anak-anak? Biasa, bungkus camilan dan kantong minuman. Memang ada sih yang sampahnya mendarat di depan rumah saya karena terbawa angin. Tetapi yang pasti mereka membuang sembarangan di depan rumah tetangga.
Adapun contoh dalam foto, sebagai sampah baru yang tak ringan sesuai ukuran kantong plastik, saya yakin bukan jenis yang mudah diterbangkan angin kecuali tiupannya kencang nian.
Namanya juga anak-anak? Bukan itu. Karena guru sekolah tak menanamkan nilai-nilai dalam menjaga kehidupan bersama? Saya yakin semua guru menanamkan.
Namun harap diingat, sebagian besar norma dipetik di luar sekolah. Pernah saya ceritakan, di dekat gerbang SD Islam yang kecil, masuk gang, sebagian anak berbaju koko itu usai jajan di luar sekolah, sekeluar dari lorong, mencari tempat sampah terdekat untuk membuang bungkus makanan. Saya menyimpulkan, pengajaran dan praktik di sekolah maupun keluarga anak klop.
Menanamkan nilai-nilai kepada anak itu sulit, apalagi jika lingkungan sekitar rumah tak ramah kebersihan bersama.
Karena status sosial ekonomi? Saya menolak pendapat ini. Saya sering melewati kampung padat, berjalan kaki, nyatanya ada saja gang yang bersih. Wadah sampah ada di mana-mana.
Dalam sebuah acara RT dua ibu menegur seorang ibu senior yang getol mengingatkan akhlak dan kesopanan berbusana karena si ibu membuang kulit kacang rebus ke jalan yang diteduhi tenda.
Jawaban Bu Akhlak, “Biarin, entar ada yang bersihin.”
Saya berbaik sangka, di rumahnya ibu itu menjaga kebersihan karena merupakan ruang privat dia dan keluarganya. Namun di ruang publik mungkin baginya berlaku hukum yang berbeda.