Soal lemet: Dari mana Anda mendapatkan?

Di rumah Anda pun mungkin masih membuat camilan sendiri, termasuk kue dan roti yang melibatkan oven.

โ–’ Lama baca < 1 menit

Lemet, utri, ketimus: dari mana Anda mendapatkan?

Ahad lalu di tempat meriung di bawah pohon rindang saya ditawari lemet oleh seorang ibu. Sudah beberapa kali ibu itu membuat lemet di rumah lalu dia bawa ke gereja, lantas seusai kebaktian dia mengeluarkan lemet dari mobilnya. Siapa pun boleh ambil. Gratis.

Sejauh saya ingat, sejak dulu hingga kini tinggal di Bekasi saya belum pernah mendapatkan lemet (orang Jawa melafalkannya lรช-mรจt) dari membeli. Selalu berupa suguhan dan pemberian. Atau dulu berupa penganan dari dapur rumah sendiri. Belum pernah saya menjumpai warung yang menjualnya.

Kesan saya lemet, atau utri, atau ketimus (Sunda) adalah penganan rumah. Dibuat untuk dikonsumsi sendiri. Pada masa kecil saya, ekonomi pasar belum memperjualbelikan beraneka makanan. Para ibu, terutama ibu rumah tangga yang tak bekerja di luar, terpaksa membuat camilan sendiri. Jika ada nenek atau pekerja rumah tangga, produksi aneka camilan yang tak membutuhkan oven menjadi lebih mudah.

Ketika mengunyah lemet di bawah pohon, saya membatin jangan-jangan ini makanan orang tua. Mungkin generasi akhir milenial maupun segenap generasi Z kurang menyukai karena tak terbiasa. Tak kenal maka tak doyan.

Kini beraneka camilan pabrik ada di warung. Tinggal pilih. Di lokapasar lebih banyak opsi tersedia. Begitu pula opsi pada aplikasi pesan antar makanan dan minuman. Tetapi apakah camilan bikinan rumah sudah tamat? Tidak. Ada saja video tentang resep penganan di media sosial. Begitu pun artikel dan foto di media berita maupun platform komunitas macam Cookpad.

Sepintas pernah saya lihat secara acak saat Covid-19 mengharuskan banyak keluarga tinggal di rumah: topik camilan bikinan sendiri juga hidup, dan tentu kalah dari topik makanan berupa lauk.

Di rumah Anda pun mungkin kadang kala masih membuat camilan sendiri, termasuk kue dan roti yang melibatkan oven.

9 Comments

The Sandalian Sabtu 26 Agustus 2023 ~ 10.04 Reply

Di Purwodadi dulu disebut utri. Saya sering makan utri karena bulik dan budhe yang bekerja sebagai pedagang di pasar sering membeli utri sebagai oleh-oleh anak dan keponakan di rumah.

Sampai sekarang, setiap makan utri akan selalu teringat suasana jaman kecil dulu :D

Pemilik Blog Sabtu 26 Agustus 2023 ~ 12.24 Reply

Wah menyenangkan. Oleh-oleh selalu menyenangkan. Saya dulu waktu bocah, belum sekolah, mengenal utri dari mbakyu saya yang sudah kelas satu SD, uang jajannya buat beli dua utri, dibawa pulang. Kenangan manis untuk almarhumah ibunya Tito itu ๐Ÿ™๐Ÿ’

srinurillaf Jumat 25 Agustus 2023 ~ 17.12 Reply

Lhaaa baca judulnya saja langsung mengiler ehehe. Coba ah besok jalan ke pasmod, sapa tau ada yg jual, di pasmod sini soalnya banyak kue kue jadul, Mas ehehe

Pemilik Blog Jumat 25 Agustus 2023 ~ 19.51 Reply

Saya nitip ya Mbak ๐Ÿ˜‡๐Ÿ‘๐Ÿ’

junianto Rabu 23 Agustus 2023 ~ 21.26 Reply

Yang kadang dibuat di rumah says adalah jenang sum sum. Eh ini camilan bukan?

Pemilik Blog Rabu 23 Agustus 2023 ~ 21.53 Reply

Termasuk camilan basah. Enak. Kalo empal dan sambal goreng ati apalagi selat solo bukan camilan.

Tinggalkan Balasan