Kejaksaan akan menunda pemeriksaan politikus yang terindikasi korupsi. Cari aman. Supaya tak dituding sebagai alat rezim.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Kejaksaan menunda penanganan koruptor menjelang pemilu

Ketika bersua di parkiran rumah sakit, Tejo Jaran Teji yang biasa dipanggil dengan nama Ted malah mengajak diskusi politik. “Piyé Kang, itu Jaksa Agung minta anak buahnya nunda pemeriksaan terhadap terduga koruptor yang ikut pileg dan pilpres?”

“Bukan cuma itu, juga nunda buat bakal kandidat pilkada,” sahut Kamso.

“Gimana dong?”

“Ya gimana lagi, itu jalan tengah yang aman atas nama ketertiban dalam sekian jenis pemilihan tahun depan.”

“Nggak adil dan bahaya itu! Mereka yang terindikasi korupsi punya waktu ngilangin barang bukti bahkan mungkin saksi.”

“Bisa jadi.”

“Terus?”

“Jaksa Agung nggak mau ambil risiko diserang oleh partai pengusung bakal kandidat, disebut sebagai alat politiknya entah Jokowi entah partai apa gitu sebagai alat untuk kriminalisasi politikus tertentu dan partai tertentu atau bahkan ormas tertentu.”

“Halah cuma gitu aja takut.”

“Mungkin selain diserang, Jaksa Agung juga takut dikasih tabik oleh partai tertentu karena bisa ngerem politikus dan partai tertentu.”

“Bukan dikasih tabik ‘kali, Kang. Tapi langkah kejaksaan akan jadi bahan kampanye hitam atau apalah oleh partai lain yang diuntungkan dengan pemeriksaan terhadap politikus, terutama bacapres tertentu.”

“Kalo citra penegak hukum sejak dulu bagus, nggak perlu ada tahu diri macam ini, Ted.”

Lalu mereka terbahak bersama sebelum masuk kantin.

¬ Hak cipta gambar praolah belum diketahui

4 thoughts on “Menunda penanganan koruptor menjelang pemilu

    1. Yah apa boleh buat, hukum di Indonesia berasaskan prinsip oportunitas. Sebahagian kasus hukum bisa tak diteruskan jika menyangkut ketertiban masyarakat. Artinya sebuah penanganan kasus juga bisa dimajukan.
      Setahu saya begitu. Peran polisi dan jaksa sangat penting.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *