Kata “revitalisasi” sudah sekian dasawarsa ada dalam media. Namun saya menduga kata ini kurang populer sebagai slogan. Kalau kata vital dan vitalitas sih sudah lumrah. Maka ketika melihat halaman depan Kompas dengan tata visual menawan saya membatin, kalau tanpa ilustrasi, hanya judul utama, apakah akan menarik perhatian pembaca?
Tentu setiap orang berbeda rasa ketertarikan. Saya suka tata rupa edisi merayakan 78 Tahun Kemerdekaan RI ini namun kurang berminat untuk langsung membacanya.
Saya lebih tergoda membaca teks kapsi pada setiap sosok dalam ilustrasi. Saya pun mengandaikan desainer grafis Kompas memang mengarahkan ke sana.
Oh, revitalisasi. Ini serupa kata “restorasi Indonesia” saat Surya Paloh mencanangkan Nasional Demokrat namun bukan sebagai partai. Saya waktu itu langsung membatin, maksudnya apa ya?
Kata restorasi juga bukan hal baru dalam bahasa Indonesia. Abad lalu, ketika pemugaran Candi Borobudur berlangsung, kata restorasi juga sudah diakrabi masyarakat.
Senyampang dengan itu, masyarakat pengguna kereta api juga akrab dengan restorasi, yakni gerbong yang difungsikan sebagai rumah makan.
Entah bagaimana slogan restorasi Nasdem sekarang. Apakah kata sakti itu masih melekat dalam benak masyarakat di luar kader dan pendukung?
Revitalisasi. Restorasi. Entah kenapa kedua kata itu kurang sakti. Revitalisasi sering dipakai untuk proyek perbaikan sarana. Restorasi kerap ditetapkan untuk perawatan lukisan lawas yang hampir rusak.
Mungkin ada yang kurang beres dalam persepsi saya jika menyangkut penggunaan bahasa.