Terlalu banyak masalah di republik ini. Sama-sama tak mengubah nasib, membahas pesohor bercerai lebih menghibur.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Masalah rumah layak huni di Jakarta dan Indonesia

Soal rumah tinggal itu rumit. Orang bisa berdebat sampai pagi di gardu ronda untuk membahas ketersediaan pangan, sandang, dan papan bagi warga setiap warga negara.

Jawaban putus asa adalah jalan pintas: tak usah ada demokrasi, kita butuh diktator yang kuat, memerintah atas kuasa surgawi. Demokrasi sih boleh, sebagai jalan untuk menciptakan diktator, yang kemudian mengenyahkan demokrasi, demi kemaslahatan umat.

Masalah rumah layak huni di Jakarta dan Indonesia

Demokrasi memang bukan tujuan, itu hanya alat yang tidak terlalu buruk dari sejumlah opsi ekstrem yang terjelek. Masalahnya apakah tujuan boleh menghalalkan cara?

Masalah rumah layak huni di Jakarta dan Indonesia

Praktik demokrasi dan klaim diri negara demokrasi memang punya banyak penyakit, namun sebusuk apapun pelaksanaan demokrasi mestinya tetap memberikan ruang untuk kritik dan autokritik. Jawaban pesimistis bernada tanya: buat apa bebas bersuara tetapi tak didengar penguasa?

Masalah rumah layak huni di Jakarta dan Indonesia

Rumit dan abstrak yang saya tulis di atas. Maka saya membayangkan alangkah sukanya jadi guru mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Apalagi kalau muridnya kritis.

Masalah rumah layak huni di kita besar

Soal hunian layak misalnya. Di manakah peran dan tanggung jawab negara? Hal apa saja yang harus dipikirkan saat memilih wali kota, bupati, gubernur, dan presiden? Semoga guru tak berharap bel pergantian jam pelajaran lekas berbunyi.

Masalah rumah layak huni di Jakarta dan Indonesia

Lalu setelah membaca racauan saya, ada yang membatin buat apa media berita bebas membahas apa saja tetapi publik dan pejabat tak peduli, bahkan para caleg tak tahu? Jangan-jangan demokrasi memang tidak indah.

¬ Artikel dan gambar dalam pos ini dapat Anda tengok di Kompas.id, antara lain berita utama hari ini (7/8/2023)

4 thoughts on “Oh, rumah layak huni; Oh, demokrasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *