Pagi saat kemarau. Pukul delapan kurang seperempat. Langit bersih. Cerah. Biru. Gunung tak terlihat kecuali memanjat pucuk atap. Tetapi saat berjalan saya melihat tiga puncak, yang dua adalah bayangan pucuk atap rumah lain. Saya mengabadikannya.
Sebagai gambar, foto di atas itu tak simetris sempurna, antara lain karena matahari dari arah timur dan agak utara — maka bumi belahan utara sedang musim panas, tetapi Australia sedang musim dingin, apalagi di Tasmania — namun belum sepenuhnya timur laut.
Dari foto itu bisa menguar imajinasi. Penekun data akan segera teringat area chart, sebentuk grafik yang terdiri atas lebih dari satu bidang perjalanan angka ke kanan dalam rentang sumbu linimasa. Data bertumpuk yang rata ke kanan tidak menarik bagi mata. Berbeda jika naik turun, karena lebih dinamis.
Kalau bagi orang yang tak sering bergaul dengan data visual, dua bayangan berpuncak, masing-masing dengan pucuk, itu mengingatkan pada apa?
Mungkin gunung, tetapi bukan Merbabu dan Merapi yang kerap menampakkan interseksi, lagi pula ukurannya tidak tampak sepadan. Atau Sindoro dan Sumbing yang tampak jejer tetapi tergantung di mana memandangnya?
Beda orang beda imajinasi. Kalau melihat foto di bawah mungkin imajinasi tak ke mana-mana.
Lalu moral cerita pos ini apa? Tanpa pergi jauh pun selalu ada yang menarik untuk kita potret dengan ponsel, cukup di sekitar rumah. Persoalannya adalah kepekaan dan kepedulian. Pun kreativitas. Didasari keisengan. Percayalah.