Pertanyaan dalam judul itu murni ingin mendapatkan jawaban karena saya tak tahu jawaban yang benar. Hari ini, untuk kesekian kalinya, saya membaca berita bahwa terdakwa seusai mendengarkan pembacaan tuntutan menyalami jaksa.
Yang dapat menjawab tentu ahli hukum. Kalau boleh kenapa. Kalau tidak boleh kenapa.
Termasuk dalam ahli hukum tentu hakim, jaksa, dan advokat. Mereka selalu berurusan dengan persidangan.
Apakah salaman terdakwa dengan hakim dan/atau jaksa dapat ditafsirkan oleh awam sebagai ada main? Wah, itu sih wilayah interpretasi yang berbau prasangka, dan di luar materi perkara.
Bisa saja bagi banyak orang, termasuk hakim dan jaksa, salaman itu soal biasa, bagian dari sopan santun sosial. Lagi pula hakim dan jaksa di satu sisi bukanlah musuh pribadi terdakwa di sisi lain, karena kedua profesi itu hanya menjalankan tugas negara.
Lalu misalnya boleh salaman, inisiatif yang diwakili oleh bahasa tubuh itu dari terdakwa ataukah hakim dan jaksa?
Kemudian disusul pertanyaan, apabila hakim atau jaksa menolak diajak salaman bagaimana dari sisi etiket? Di sisi lain, bolehkah terdakwa menolak diajak salaman? Lagi-lagi saya tak tahu jawabannya.
Nah, dalam laporan penelitian Komisi Yudisial¹) terdapat pengakuan seorang hakim:
Terdakwa yang diputus pidana menyalami hakim sambil berkata, “Semoga Bapak selamat di jalan.” Sekilas, sepertinya mendoakan, tetapi menimbulkan ketakutan bagi hakim.
Walah, ada salaman yang membuahkan rasa terancam bagi hakim, sehingga sepulang dari dinas mereka bermotor beriringan.
¹) Problematika Hakim Dalam Ranah Hukum, Pengadilan, dan Masyarakat di Indonesia: Studi Sosio-Legal (Komisi Yudisial: 2017, hlm. 181)
2 Comments
Hwaduh 🙈🤣
Kalo salaman yg berisi anuan aja boleh Pakde, skedar salaman aja mah boleh … nanti ada yg triak melanggar HAM lho