Jadi, penyayang kucing sejati itu yang bagaimana? Terhadap kucing liar (cingli), mereka tidak hanya memberi makan supaya kaum meong sehat dan subur, tetapi juga tak mengarahkan cingli berak dan muntah di rumah orang lain. Tentu, itu pun tak cukup.
Mereka, para penyayang cingli, mestinya juga melakukan sterilisasi supaya kaum meong tidak berkembang biak semaunya sehingga merepotkan lingkungan, pun mengganggu kehidupan bertetangga.
Malah ada pengempan yang mengerumunkan cingli, memberikan makanan, di depan pagar orang, lalu setelah berpesta para cingli berak di mana saja termasuk di depan gerbang rumah yang pagarnya untuk meriung perjamuan.
Selain berak di rumah orang, cingli berak di gang jalan. Seningga pada malam hari, potongan lirik lagu lawas Bing Slamet pun terjadi: nginjak gituan. Selain itu, mobil setelah masuk carport membawa gituan karena ban melindas tahi cingli.
Selain berak bukan di rumah pengempan, cingli beranak di plafon rumah orang, bahkan menjebolkannya, lalu pada musim kawin memecahkan atap.
Tentang sterilisasi, sudah lama saya dengar. Namun sejauh saya tahu, di tempat tinggal saya, Kobek, pemkot tidak mengerahkan aparat untuk menangkap dan memandulkan kucing. Sementara para pemberi makan tak tergerak berswadaya, dengan dalih pakai duit siapa — kecuali mereka yang tak mengempani mau menalangi. Padahal jejaring sukarelawan mestinya bisa dilibatkan.
Maka membaca Kompas.id hari ini saya senang. Banyak orang di Jakarta yang ingin mengendalikan cingli demi kesejahteraan hewan dan kenyamanan lingkungan, termasuk kesehatan manusia dan binatang karena rabies adalah ancaman.