Di kedai kopi itu Dul Kebul menanya Kamso, “Dulu waktu kita kuliah, sampean bilang ada orang mau nikah batal gara-gara terhambat di jalur illahi?”
“Huss. Aku cuma ngutip si Udin. Dia kan suka bikin kalimat aneh. Misalnya mau ngelamar eh terpental di jalur gelar, soalnya dia kan calon DO,” jawab Kamso. Mereka terbahak-bahak.
“Lalu ganti pacar, mau nikah terganjal belum ada undangan ikut prajabatan CPNS. Nggak tau dia pake ijazah apa,” kata Dul.
Akhirnya Dul menceritakan kerepotan si Denok, anak ragil. Udah pacaran sejak kuliah, mau nikah beda agama susah. Apalagi MA pekan ini menerbitkan surat edaran bagi hakim untuk menolak permohonan pengesahan nikah beda agama.
“Ibunya udah cerai sama aku, punya keluarga baru. Repot juga mau diskusi ama siapa. Keluargaku tinggal abangku yang sudah sakit tanpa daya. Kepikir sih buat nikahin di Singapura, nabung dulu, entar surat nikah didaftarkan di sini,” Dul bertutur.
Kemudian mereka ngobrol panjang. Akhirnya Dul bertanya,”Kalo menurut sampean, nikah beda agama itu gimana?”
Kamso merujuk Buya Syakur. Selama orang Indonesia menikah di negeri ini ya harus patuh sama UU Perkawinan. Dapat ditafsirkan, secara tak langsung Buya tak menolak pernikahan WNI beda agama di luar negeri, dengan catatan: sebaiknya setiap orang menikah dengan yang seagama karena implikasinya tidak terlalu ribet.
“Itu kan bukan pendapat sampean. Yang personal subjektif dong, Kang,” Dul menyoal.
“Baiklah, supaya sampean puas. Dalam pernikahan dan perkawinan, yang penting beda kelamin. Sesuai Pasal 1 UU Perkawinan, antara seorang pria dan seorang wanita…”
“Tapi kan ada pasal lain, Kang?”
¬ Video Buya Syakur (versi suntingan oleh akun lain)
¬ Surat Edaran MA No. 2/2023
¬ Konsultasi nikah beda agama di Hukumonline
¬ Gambar praolah: Unsplash
2 Comments
Saya belum membaca bagaimana pendapat penulis blog ini tentang nikah beda agama di Indonesia. Entah setuju atau tidak.
Saya tidak menolak pernikahan dan perkawinan beda agama. Kalaupun hukum positif melarangnya ya cari solusi seperti menikah di luar negeri.
🙏