Di warung pracangan saya lihat kerupuk ini. Lalu sambil mengantre saya melamun. Latar belakang banyak merek atau jenama selalu mengundang rasa ingin tahu. Maka untuk sementara saya menduga sang produsen bikin kerupuk rasa udang — bukan kerupuk udang — ini untuk prasmanan.
Ada dua hal menarik, yakni kerupuk udang dan prasmanan. Kerupuk udang lebih enak dan lebih mahal ketimbang kerupuk putih berupa jalinan hasil pelototan terigu dan tapioka. Kerupuk macam ini ada yang menyebut kerupuk kampung. Teman saya menyebut kerupuk udang sebagai kerupuk priayi.
Namun bagi saya kerupuk udang lebih memberi rasa kenyang dan lekas puas, kurang enak untuk digado atau diolesi sambal lotis. Jadi, kerupuk udang berbeda efek dari kerupuk kampung maupun terlebih kerupuk ikan yang lebih enak. Kalau diameter kerupuk ikannya setampah atau senyiru, seperti pernah saya jumpai di Pasar Mayestik, Jaksel, tentunya bikin mblenger.
Lalu ihwal prasmanan, saya dulu menduga kata itu dari bahasa Jawa, artinya ketersediaan makanan lengkap di atas meja dalam hajatan, tetamu bebas mengambil maupun tak mengambil. Pokoknya all-you-can-eat — tjotjok untuk wong nggragas ngglathak.
Ternyata tak ada lema prasman maupun prasmanan dalam Bausastra Poerwadarminta. Prasmanan itu sama saja dengan rijsttafel (meja nasi). Priayi Jawa merujuk ke gaya meja hidangan Prancis, yakni buffet. Karena bahasa Belanda menyebut orang Prancis itu Fransman (Inggris: Frenchman), lidah Jawa membesutnya menjadi “prasman”, dan tata cara hidang kemrancis disebut “prasmanan”¹. Saya menduga akan terlalu panjang kalau disebut “marangakik”, dari kata Parangakik (Française, Frankrijk).
Namun bersantap kemrancis tanpa muluk di ambèn, melainkan duduk di kursi depan meja, tangan bersendok garpu, ini di kalangan orang Jawa kolonial dalam perjamuan “dilakukan dengan cepat, tanpa saling menunggu dan tanpa berbicara dengan tetangga semeja”. ²
Baiklah kita abaikan urusan etimologis. Lebih penting membahas hal seputar prasmanan. Misalnya…
- Ada saja orang kemaruk yang merasa diri karung bergigi, ambil banyak tetapi tak mampu menghabiskan
- Dalam resepsi ada saja kerumunan orang mepet meja makan sambil ngobrol, sehingga menghalangi tamu lain, padahal ruangan tak sesak
- Meskipun disediakan tempat piring kosong, dalam acara di gedung maupun rumah ada saja orang yang menaruh piring kotor di mana saja, termasuk kolong kursi
Ada lagi sih. Sebelum viral di media sosial akhirnya saya telat percaya memang ada tamu pesta yang mencuri makanan dari meja prasmanan. Info saya dapat dari gamitan seorang anggota panitia pernikahan. Pernah juga saya dibisiki anggota panitia yang mengurusi keamanan resepsi. Saya dulu beberapa kali menjadi among tamu resepsi Jawa, bagian dari panitia. Saya kemarin menginformasi kepada seorang ibu, pengusaha katering, dan dia pun tertawa, “Halah, udah biasa itu!”
Di kantor saya dulu, setiap ada acara di halaman malah ada lebih dari satu motor datang berboncengan, ikut prasmanan sederhana, lalu pulang dengan membawa beberapa botol minuman soda dan sejenisnya, mereka masukkan ke bawah sadel. Tetamu maupun kami tak mengenal mereka.
Mestinya kami dulu menyediakan kerupuk mentah cap Prasmanan untuk oleh-oleh mereka. Tentu tanpa menyediakan botol minyak goreng. Kalau kerupuk melarat sih tak perlu minyak, cukup pasir.
¹) Suryantini N. Ganie, Upaboga di Indonesia: Ensiklopedia Pangan & Kumpulan Resep (2003, hlm. 236).
²) Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya (2005, hlm. 159)
2 Comments
baru tau istilah prasmanan berasaal.. terima kasih, paman!
Bahasa yang kaya tak canggung untuk menyerap dari bahasa mana pun