Di luar masih hujan. Sudah sejam lebih. Aku seruput kopi pahit pekat sedikit demi sedikit. Sambil melamun. Aku tadi sengaja tak melihat layar ponsel. Aku nikmati suasana teras kedai dengan iringan suara kebisingan lalu lintas.
Lalu mataku menangkap keindahan di ujung sana: daun kering sebagai sesuatu yang menyempal dari dedaunan hijau. Aku tak dapat menjelaskan kenapa jadi indah di mataku. Di tengah tempias hujan aku bekukan pemandangan itu dengan kamera ponsel.
Saat aku amati hasil sambil merenung tentang jebakan visual dalam fotografi melalui pembekuan dan pembingkaian, sehingga mata digiring hanya melihat sudut sempit, pikiranku pun berbelok. Ke arah kehidupan. Semua daun akan mengering pada waktunya.
Usiaku terus bertambah. Setiap hari. Kapankah batas umurku di titik usai kelak? Aku tak tahu. Aku pun kadang sulit berjujur diri untuk menakar seberapa kering jika aku menjadi daun yang aku foto.
Suatu saat aku akan selesai. Entah kapan. Semoga sebelum hari itu tiba aku masih sempat melakukan ini dan itu sampai semuanya menyurut karena raga tak seperti masa-masa sebelumnya. Sekarang pun sudah. Itu alami. Tak ada yang abadi.
Untuk N, seberat apapun rasa kehilangan dalam keluargamu, semoga mamamu damai di Alam Sana. Derita karena sakit di usia lanjut itu usai sudah. Banyak sudah yang beliau lakukan untuk keluarga, ilmu pengetahuan, dan kehidupan.
Kita masih harus menjalankan kehidupan dengan banyak kelokan.
8 Comments
Saya menyiram tanaman setiap sore di Cirbon Pakde, sambil nikmati udara desa plus cicit burung & jangkrik
Nikmat nian, Pak Guru 👍💐
Alhamdulillah… jika pas ke cirebon hehe
Oh kuliner Cerbon saya suka! 😇
Kuuuy
BTW tempat Paman hujan terus ya? Serengan sudah berhari-hari tak hujan.
Hari ini tidak.
Itu foto di Bogor tadi.
Wooo, halan-halan ke Mbogor to?