Setiap kali mendengar botox, ingatan saya langsung ke botok. Botox atau botulinum toxin terbikin dari bakteri Clostridium botulinum. Salah satu manfaat suntik botox adalah mengencangkan kulit wajah dan mengurangi keringat berlebihan pada ketiak. Manfaat lain adalah mengatasi kandung kemih yang terlalu aktif.
Tentu efek samping botox juga ada. Misalnya sakit kepala, bibir menjadi menceng, dan alis berubah miring (¬ Alodokter).
Kalau botok, yang oleh medok Jawa disebut bothok, dengan “t” tebal seperti bahasa Bali? Nanti dulu, tergantung apakah botoknya mengandung teri, dan tentu apakah penyantapnya alergi terhadap teri dan sari laut lainnya. Hasil alergi biasanya gatal-gatal. Ada juga yang sampai sakit perut.
Nah, tadi siang saya mendapatkan kiriman enam bungkus botok dari seorang nyonya. Botoknya mengandung teri, kemlandingan (Leucaena leucocephala), dan kulit melinjo (Gnetum gnemon Linn.). Sedap. Saya suka.
Tentu bahan botoknya bukan kelapa tua melainkan kelapa muda tetapi bukan degan (Sunda: dawegan). Degan yang dagingnya empuk itu untuk minuman. Sedangkan kelapa muda lebih dewasa sedikit dari degan, kurang enak untuk es kelapa muda. Oh, membingungkan ya?
Kembali ke botok, dasar lidah Jawa maka saya senang menikmatinya dengan nasi putih tanpa kuah, dan… kecap manis.
Aslinya kecap itu asin. Tetapi di Indonesia ada kecap manis. Saya penggemar kecap manis.
4 Comments
Bothok teri, itu biasa. Yang tidak biasa, bagi saya, adalah bothok pare, yang baru saya ketahui adanya sejak 10 hari lalu, yaitu saat diantar ke rumah oleh mantan dosen saya (yang berkawan dengan saya) dan istrinya. Bothok pare itu agak pahit, dan saya suka karena saya memang seneng (jangan) pare.
Nah saya baru dengar botok pare. Entahlah apakah teman saya yang gemar pare, sehingga makan roti tawar pun dilengkapi pare, sudah tahu.
Kapan ya ada budidaya pare manis?
Roti tawar dilengkapi pare!
Dia seorang pilot. Istrinya cantik, tetap langsing meskipun sudah jadi nenek tapi nggak mau ngaku kalo dulu pramugari