Ketika membuka laman berita, mata saya dihadang iklan sembulan. Menarik. Iklan DVD. Karena iklan programatik membaca kukis? Boleh jadi. Tetapi barang terakhir yang saya cari adalah jangka sorong pengukur. DVD? Tempo hari saya klik dari laman lokapasar, bukan dari aplikasi, ketika saya menjadi barang yang lain lagi.
Maka jangan berprasangka saya menghubungpaksakan khittah sebuah media dengan konten iklan programatik. Apa yang saya lihat dari laman yang sama bisa berbeda dari Anda.
Lalu tentang DVD, saya pun berpikiran masih banyakkah orang memutar DVD, orisinal maupun bajakan, di rumah dengan ataupun tanpa perangkat home theater, dibandingkan sebelas tahun silam?
Saya tak tahu apakah sekarang masih ada persewaan DVD selain bioskop mini. Saya juga juga tak pernah lagi melihat kios DVD bajakan setelah layanan pengaliran video kian terjangkau.
Pada zaman DVD bajakan menjadi opsi banyak konsumen, orang luar melihat Indonesia sebagai negeri pengabai HAKI. Semua pusat perbelanjaan non-premium punya lapak DVD bajakan. Di Glodok, Jakbar, lebih gila lagi: sejak zaman VCD, cakram berisi film porno pun dijual bebas. Setiap pejalan kaki bisa melirik gambar sampulnya.
Juga para masa jaya VCD dan DVD bajakan, yang sering kali dijual tanpa kotak, ada saja orang yang memborong cakram asal angkut, padahal di rumah tak ada waktu untuk menyimak. Lalu piringan dalam sampul plastik tipis nan mudah robek itu hanya teronggok.
Sebenarnya ada hal yang lebih wigati untuk saya tanyakan: dari mana pun sumbernya, entah media rekam atau internet, orang sekarang lebih memperlakukan tontonan sebagai hiburan individual ataukah tontonan bersama keluarga?
4 Comments
Pasar Kota Kembang Bandung ehehehe. Gara2 lihat fotonya, langsung kepikiran pasar itu. Luengkappp kapp. Tapi ga tau kalau sekarang ya. 🤔🤔
Btw menjawab pertanyaan di bait terakhir, ehehe individual Mas. Kalau dipikir serumah punya interest film yang beda beda, jadi nontonnya sndiri sendiri 😅
Teknologi akhirnya menjadikan alat hiburan kian terjangkau dan penikmatannya pun semakin individual.
Dulu zaman nggak enak, dalam satu rumah cuma ada satu radio. Lalu transistor menjadikan radio lbh terjangkau, satu kamar satu radio, dan seterusnya ke cassette player lalu TV dan akhirnya ponsel tang bisa menikmati konten apa saja.
Satan dulu langganan Netflix dan Spotify family krn selera dan waktu setiap orang berbeda.
Sampai sering berantem rebutan acara TV 😅
Drama di setiap keluarga 😁