Sudah lumrah. Semua perempuan tahu, alat cukur wanita di minimarket adanya di rak perawatan tubuh pria, bersanding dengan alat cukur kaum adam, bertetangga dengan pomade dan gel jambul.
Ada tulisan “ganteng maksimal” dan “men’s zone” di rak pria. Artinya sudah jelas, barang di situ untuk siapa. Lalu kenapa alat cukur wanita, yang kadang dibilang “cukuran cewek”, ada di situ? Menyesuaikan dengan persepsi konsumen.
Alat cukur berupa silet terjepit dan bergagang — bukan shaver maupun trimmer atau clipper berbaterai — itu bentuknya sama. Sebagai barang, alat cukur sejak dulu identik dengar pria. Di minimarket ada banyak merek dan jenis juga harga. Perempuan yang butuh cukuran tinggal ke sana, bukan ke rak kosmetika maupun pembalut.
Lalu berbedakah silet cukur wanita dan pria? Saya menduga sama saja. Hanya kemasannya yang berbeda, biasanya alat cukur wanita berdesain kemasan feminin dengan warna pink. Warna jambon sebagai bagian dari feminitas ini juga merupakan pemanfaatan persepsi kolektif oleh industri.
Mari menengok produk lain. Berbedakah deodoran wanita dan pria? Menurut saya sih sama untuk jenis stik, rol sampai spray.
Kalau mau, pria bisa memakai deodoran wanita demikian pula sebaliknya. Hal serupa terjadi pada wewangian, dari eau de toilette sampai perfume yang bukan uniseks. Bahwa seorang perempuan bisa dikomentari baunya macho banget dan seorang pria akan dikomentari ganda wanginya sungguh jelita itu soal lain.
Tentu tak semua produk dapat dipertukarkan dalam penggunaan. Pernah seorang pria doktor, pemondok di kantor, secara perlahan minta tolong OB membeli in-itu di minimarket termasuk celana dalam kertas, dengan pesan, “Jangan keliru yang buat cewek ya, Mas.”
Ternyata ada seorang perempuan mendengar dan spontan nyeletuk, “Dia maunya isi, bukan bungkusnya!”
Si pria cuma tersenyum, lalu untuk mengalihkan topik dia menawari si perempuan mau menitip apa. Jawabannya, “CD kertas cowok, aku mau nyoba, kayaknya lebih roomy!”
Ada lagi kasus seorang pria yang kapok selangkangannya pegal setelah bersepeda pagi ke kantor dari Pamulang ke Kampung Melayu lalu sorenya saat pulang ke rumah minta pembalut ke sekretaris.
Kata si pria, memakai pembalut wanita sungguh tidak nyaman, mengganggu kenyamanan duduk di sadel dan mengayuh. “Mléngsa-mléngsé,” katanya, mengenang pengalaman. Di rumah, istrinya tertawa tiada henti.
6 Comments
Saya selalu beli silet cukur jambon tersebut di supermarket. Karena, menurut saya, harganya lebih murah daripada yang diklaim untuk pria, dan kualitasnya tidak kalah oleh merek-merek lain (untuk pria) yang populer karena sering diiklankan.
Yang jambon, merek Daisy.
Ada dalam gambar 😇
Iya, yang kiri itu.
Nah ada testimoni konsumen silet cukur wanita 👍😁
😬
Ragil saya, cowok 24 tahun, juga pakai karena dia tinggal ambil punya ayahnya, nggak peduli mereknya apa. 😁