Bentuknya seperti lonceng, menggantung, ada gagangnya, menempel pada kap lampu di plafon teras. Saya tak langsung mengenyahkannya dengan galah. Saya malah memanjat tangga, mendekatinya, lalu memetiknya. Seingat saya saat bocah, itu sarang tawon-kecil. Maksud saya, yang kecil itu tawonnya tetapi bukan lebah madu.
Penampang bawah sarang, sebagai akses masuk keluar, berpola khas yaitu heksagonal. Dari sisi konstruksi rumah tawon, segi enam saling berkait ini kuat menahan tekanan dari samping. Selain itu juga efisien dalam pemanfaatan bidang, karena ketebalan dinding antarlubang dalam satu kluster itu sama.
Apakah tawon pintar? Mereka bekerja dengan naluri, tak ada yang mengajari seni bina dengan kelas khusus.
Kadang, meskipun sudah setua ini, saya masih iseng ini itu. Terhadap serangga yang selalu menyerang saya, rata-rata sepekan sekali, yakni tomcat, saya sampai memotretnya. Demikian pula terhadap serangga ngengat alias kupu-kupu malam.
Apakah saya peminat studi serangga? Sama sekali bukan. Hal sama berlaku untuk tanaman terutama bunga yang kerap saya blogkan. Semua karena keisengan yang didongkrak rasa ingin tahu. Ada dorongan impulsif.
Lalu ini tawon apa? Saya tak mencari tahu lebih jauh. Secara sambil lalu saya tengok laman Rentokil, perusahaan pembasmi hama bangunan. Tampaknya pemilik rumah berpintu banyak ini tak terangkut dalam bahasan.
Time-laps of the compression of an additively manufactured #hexagonal #honeycomb. #mechanicalengineering #engineering #3dprinting #mechanicaltest pic.twitter.com/L4dWayYqj3
— Kike Cuan (@kikecuan) February 2, 2023
Jangan-jangan ini bukan keluarga tawon melainkan entah apa. Mungkin Anda tahu?