Lebaran sepi. Banyak tetangga pergi. Saat pandemi juga sepi. Banyak tetangga mengunci diri, bahkan sedang isolasi mandiri.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Ekor tanda panah mengarah ke timur

Raya berarti besar. Hari raya tidak berarti harus ramai sepanjang hari. Tepatnya hari raya di sebuah tempat. Di tempat lain bisa saja amat sangat ramai bising sesak padat. Pagi ini, sejak tadi sebelum pukul tujuh, saya merasakan lingkungan saya senyap. Idulfitri ini banyak yang mudik. Atau warga di tempat saya merayakannya di rumah saudara, bukan di luar kota jauh.

Di teras sendirian saya seperti menjadi saksi kesenyapan. Sedikit sepeda motor dan mobil yang lewat depan rumah — selama sejam motor tak sampai sepuluh, mobil baru lima. Senang juga jika lingkungan tidak bising. Saat saya menulisnya kalimat ini, pukul 08.50, langit masih biru. Orang jalan kaki hanya saya lihat tiga kali.

Saat pandemi meraja, Lebaran juga sepi. Bedanya, banyak orang hanya di dalam rumah, malah ada yang sedang menjalani isolasi mandiri. Kini banyak orang pergi, merayakan Idulfitri sekalian merayakan kelegaan boleh ke mana saja.

Ekor tanda panah ke arah matahari terbit seperti termangu. Hanya bisa menunjuk arah banyak warga The Greater Jakarta mudik: ke timur.

Titip kunci, rumah ditinggal mudik

3 thoughts on “Hari raya nan sepi

  1. Di lingkungan saya juga sepi pagi tadi, pun kemarin pagi. Tapi kemarin menjelang siang mulai ramai karena seorang tetangga, pria sepuh pensiunan dekan sebuah PTN di kota saya, menerima kunjungan banyak sanak saudara, termasuk anak-anak kecil. Tiap tahun begitu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *