Saya belum tahu apakah Lebaran ini niat dia sudah terlaksana lalu bagaimana hasilnya. Dia tidak dapat saya hubungi. Soal apa? Merekam aktivitas tamu berponselria selama halalbihalal. Mungkin dalam dirinya itu sekadar imajinasi sesaat, mungkin pula niat bulat seseorang.
Rumah orangtuanya besar. Tepatnya: ruang tamunya besar. Bukan di Jakarta sih. Sudah biasa jika pada Idulfitri ada tamu sekeluarga, tiga generasi: kakek nenek, anak dan menantu, sampai cucu. Dia mengamati, makin besar rombongan makin besar kemungkinan ketidakterlibatan anggota dalam silaturahmi.
Hanya para orang tua yang asyik bertukar cerita. Generasi anak dan menantu hanya dapat terlibat sebentar. Adapun generasi cucu, bahkan yang sudah menikah, sulit terlibat. Maka di sinilah manfaat ponsel: sebagai obat bengong.
Jauh sebelum Ramadan, si seseorang itu sudah berencana memasang kamera mini pada beberapa sudut di ruang tamu. Dia ingin tahu pada menit keberapa mayoritas anggota rombongan mulai asyik dengan ponselnya.
Saya menganggapnya sebagai keisengan karena dia suka iseng dengan teknologi. Namun sebenarnya urusan ginian bisa menjadi serius jika diperbesar menjadi suatu studi perilaku. Bukankah ketika kamera perekam belum maju, behavioral studies sudah memanfaatkannya untuk observasi?
Abad lalu, dari sebuah buku psikologi komunikasi, yang saya lupa judulnya, ada kisah pengamatan kamera cara perempuan menarik lawan jenis di kantin kampus Amrik. Banyak cewek menggerakkan kepala, menegakkan bahu, menarik ke belakang sedikit, dan menyibakkan rambut saat berbicara dengan cowok. Saya lupa apakah terdapat info bahwa yang teramati ada yang berambut pendek tanpa tergerai.
Juga belum zaman kamera video digital kecil, namun sudah abad ini, di sebuah kantor konsultan manajemen, di Mega Kuningan, Jaksel, tersedia paket asesmen manajerial pegawai klien. Dalam sebuah sesi, mereka tak hanya menyediakan aktor dan aktris yang berperan sebagai anak buah problematik tetapi juga kamera perekam. Meskipun itu role play, karyawan yang sedang dinilai bisa terjebak dalam cekcok emosional dengan anak buah jadi-jadian.
Padahal keberadaan kamera dalam ruang peran manajer — hanya ada sebuah meja satu biro dan dua kursi plus telepon ekstensi — sudah disebutkan sejak awal.
4 Comments
Tetapi bukankah tak hanya dalam suasana halalbihal Lebaran saja banyak orang lebih sibuk/asyik dengan ponsel mereka?
Tentang penggunaan ponsel dalam silaturahmi (daring) Lebaran, kayaknya ucapan “ketika tangan tak mampu berjabat, ketika mulut tak mampu berucap, dst.” tidak lagi jadi ucapan favorit saat Lebaran sekarang oleh para pengguna ponsel.
Betul. Di luar Lebaran pun sudah lumrah orang asyik dengan ponselnya. Tapi untuk silaturahmi setahun sekali masa sih tidak bisa melupakan ponsel dulu? 😇
Tentang ucapan klise sejak era SMS, “ketika tangan tak mampu dst” akhirnya ditangkis dengan gurauan “itu stroke ya?” dan itu bikin orang malas mengulang
Betul, gara-gara “itu stroke ya?” 😂
Waktunya baca pesan itu di SMS saya juga teringat gejala stroke