Suara bel dengan volume palng rendah pun tetap bising. Tak ada rumus sakti nan instan untuk menyetop kebiasaan anak-anak memencet bel sembarangan.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Bel sensor ditutupi hiasan di toko buku LAI Salemba

Saya tak tahu apakah hiasan plastik keras, bukan silikon pewangi, ini dipasang sebagai pemanis ataukah untuk mengurangi volume suara bel alarm bersensor gerak di depan pintu toko.

Misalkan benar untuk memperkecil suara, bisa jadi orang toko buku ini sering kerepotan dengan alarm sensor gerak karena terlalu keras. Memang bunyinya berupa genta elektronik.

Di rumah, saya pernah memasang bel macam ini. Suaranya saya setel kicau burung. Tetapi terlalu lantang untuk tetangga, apalagi saya. Sudah begitu si sensor terlalu peka. Maka selain menutup lubang sepiker dengan plester kertas (duct tape), saya juga mengurangi lebar jangkauan sensor dengan plester kertas dan potongan Impraboard.

Berhasil? Tidak sepenuhnya. Sensor juga tetap sensitif terhadap getaran suara keras, misalnya derum sepeda motor. Akhirnya setelah bel itu rusak karena terjatuh, saya belum memasang pengganti. Biarlah kurir berseru, “Pakettt!”

Lho, bukannya ada bel penvet? Tidak laku. Alat itu itu lebih laku di kalangan anak-anak kurang hiburan, memencet lalu lari. Saya pernah berencana menangkap satu pelaku, kemudian saya ajak ke rumah orangtuanya untuk saya hadiahi bel, sehingga si anak cukup bermain bel di rumahnya. Namun niat itu akhirnya saya urungkan daripada menjadi masalah, misalnya karena saya dianggap menghina sebuah keluarga.

Jangan menambah musuh, kata nasihat bijak. Nasihat lain: tahu dirilah, dan berkompromilah dengan hati sendiri, kita tinggal di lingkungan macam apa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *