Ada 42 lembaga survei yang disebut abal-abal. Mereka siap meramaikan Pilpres 2024. Sosok lembaga dan metodologi kurang jelas.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Lembaga survei abal-abal akan meramaikan tahun politik

“Kenapa sih orang Persepsi, siapa tuh, Hamdi Muluk, kok kayak mau memonopoli kebenaran? Anggap enteng lembaga survei di luar kelompoknya? Itu namanya nggak demokratis!”

“Lho dia dan perkumpulannya kan nggak dalam posisi melarang lembaga survei. KPU dan Bawaslu aja nggak berwenang.”

“Terus kenapa para pemain hegomoni survei itu pada sok ilmiah, menyoal metodologi segala, ini kan bukan di kampus?”

“Penerapan prinsip ilmiah kan nggak cuma berlaku di perguruan tinggi. Nguji obat itu pake cara santifik. Bikin jembatan juga. Gitu juga bikin keripik nangka. Metodenya harus terbuka, supaya bisa dibuktikan pihak lain atau malah dikoreksi. Survei opini publik juga sama.”

“Terus emang napa kalo ada lembaga survei nggak bisa tunjukin metodologi buat ditelanjangi para tuan ahli survei dari kubu pesaing?”

“Ingat Pilpres 2014 dan 2019? Ada yang ngaku olah data tabulasinya sahih. Ada yang diundang ke forum survei nggak datang. Padahal itu kesempatan buat mempertanggungjawabkan metodologi dia, soalnya sebagian masyarakat kadung percaya hasil survei mereka.”

“Nggak asyik ah! Nggak ada keberagaman.”

“Ada soal ilmiah dan ngilmiah. Yang kedua, termasuk dalam survei, kadang lebih dipercaya karena sesuai harapan.”

¬ Gambar praolah: Unsplash

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *