Soal lama dalam bisnis media berita daring: iklan programatik. Penerbit tak punya kuasa mengintervensi konten iklan yang diatur oleh mesin pemasang iklan. Misalnya, menurut Dewan Pers (DP), “iklan yang bernuansa pornografi” (¬ Kompas.id). Lalu?
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyatakan pemuatan iklan tersebut melanggar Pasal 13 UU Pers. Pasal tersebut antara lain melarang iklan yang “bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat”.
Blog ini beberapa kali mengangkat iklan obat kuat dan sejenisnya yang isinya berlebihan, terlalu menjanjikan, bahkan ada yang dapat disimpulkan menganjurkan kekerasan seksual.
Ada persoalan besar bisnis media berita daring yaitu bagaimana mendapatkan uang dan menjaga kualitas jurnalistik. Januari lalu, DP meminta media membenahi kontennya.
Ninik menyatakan, “Kalau ada berita tidak berperspektif pada kode etik, ada pihak yang dirugikan dan kemudian melapor, kami tak bisa menolong.” (¬ Kompas.id)
Sepanjang 2022, DP menerima 691 pengaduan kasus pers, sekitar 97 persen pelanggaran merupakan konten media digital atau daring.
Menurut Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers DP, Yadi Hendriana, pengaduan tahun 2022 meningkat jika dibandingkan 2021, dengan 621 kasus. Pihaknya telah menyelesaikan sekitar 630 pengaduan. Sejumlah media diminta mencabut konten yang diadukan.
Selama 2023, yang baru memasuki bulan ketiga, sudah ada 143 pengaduan. Menurut Yadi, baru 45 kasus atau 31,46 persen yang diselesaikan.
Dari perkiraan 40.000 media berita di Indonesia, baru 1.700 media yang terdata di DP. Maka DP akan mendata ulang media berita, karena menurut Ninik, “Agar konten pemberitaan tidak berdampak negatif bagi publik, apalagi mengancam keberagaman, kehidupan toleransi, bahkan mengarah pada hal pornografi.”
¬ Bukan posting berbayar maupun titipan
____
6 Comments
Ada kalimat “akan mendata ulang” pada paragraf terakhir. Masalahnya, setelah mendata ulang, Dewan Pers mau lakukan apa? Apakah bisa menertibkan (menutup) media-media berita daring yang tidak terdaftar? Bagaimana pula dengan “situs-situs berita” yang, menurut Om Kamso, gampang dibikin itu?
DP nggak berhak menutup media. DP cuma membuat daftar media, eh perusahaan penerbit, yang terverifikasi. Selanjutnya terserah masyarakat.
Syarat terverifikasi antara lain awak redaksi lolos uji kompetensi dan perusahaan pers menyerahkan info rentang gaji wartawannya. Setahu saya begitu.
Mendata, kemudian terserah masyarakat. Tanpa sanksi. Tapi mau bagaimana lagi kalau aturannya memang begitu.
Lha kan sdh bkn zaman lisensi bernama SIUPP? Mekanisme lain setelah mediasi buntu, pihak yang dirugikan bisa menggugat scr hukum. Media bisa bangkrut. Dulu upaya hukum Tommy Winata VS Tempo berakhir damai. Blm sampai pengadilan, urusan laskar dan Kompas juga berakhir damai, entah berapa duitnya
👍