Sudah hedon, barbar pula, nggak estetislah
Di grup WhatsApp teman SMP, Kamso yang sudah sekian lama hanya menjadi pembaca, terpaksa menjawab. Siti Klepon bertanya, “Hedon itu istilah baru ya, Kam? Orang pajak dibilang hedon. Barbar jg anyar, kan? Misalnya makan barbar. Anak²ku suka bilang gitu. Akhirnya di grup RT pada suka nyebut gitu.”
Kamso menjawab, “Bukannya wkt SMP kita udah diajari guru agama, Pak Herman, soal hedonisme? Ngawula kasenengan donya? Lalu guru sejarah, Pak Toni, kan cerita ttg bangsa barbar dan sebutan barbarian? Orang biadab.”
Mayoritas anggota grup menyangkal. Joni Gori berkomentar, “Kamso dengerin di luar sekolah tapi ingatnya dapet di kelas. Ngelindur.”
Kamso hanya membalasnya dengan emotikon terbahak-bahak. Dia tak mau berdebat di forum yang salah. Lagi pula tujuan grup untuk bersantairia, bercanda, pamer kudapan atau masakan rumah. Dikatakan ngelindur pun Kamso tak rugi.
Lalu tumben, Agus Gethuk yang tak pernah menanggapi apapun, menyela, “Kamso bener. Di SMP kita dpt istilah hedonisme & barbar. Tadi Titik nanya soal estetis kan? Dulu kita jg dpt, di pelajaran kesenian.”
Forum menyudahi topik itu karena segera muncul topik lain dari video lucu unduhan dari Tiktok.
Agus, bintang kelas sejak kelas satu hingga tiga, kini rektor sebuah universitas, menjapri Kamso, “Kam, temen² kita itu sdh pd pikun atau krn dari dulu males baca ya?”
Kamso hanya menjawabnya dengan emotikon jari telunjuk tegak di depan mulut, ditambahin teks, “Wis, wislah, Gus.” Sudahlah.
¬ Gambar praolah: Tokopedia
Tinggalkan Balasan