Bayar aplikasi dan konten di ponsel mau, tapi kalau di komputer ogah. Mungkin karena di ponsel sulit pakai bajakan.
โ†ป Lama baca < 1 menit โ†ฌ

Bayar aplikasi dan konten di ponsel mau, kalau di komputer ogah. Kok bisa?

Tiada yang istimewa dari voucer (lema KBBI untuk pengindonesiaan “voucher“) Google Play. Hampir semua pengguna ponsel tahu. Saya sebut hampir semua karena sebagian orang yang sebaya saya, dan yang lebih tua, tak tahu dan tak peduli soal pembayaran untuk pelangganan aplikasi ponsel. Itulah yang tadi tebersit saat melihat rak voucer di Alfamart.

Bukan soal sih karena bagi mereka, kalau ada iklan selama memakai aplikasi dan pembatasan fitur bukanlah gangguan berat. Saya sendiri masih pakai YouTube gratisan, karena bagi saya iklan kadang bisa informatif. Untuk Spotify, dan sebelumnya juga Apple Music, saya memilih yang berbayar. Kalau Goggle Drive ya terpaksa berbayar, di bawah Google One, karena berkas membengkak. Netflix dan layanan pengaliran lainnya juga terpaksa berbayar.

Meskipun demikian ada yang menarik. Untuk layanan pengaliran musik dan video, sebagian angkatan saya bersedia membayar โ€” tetapi sebagian lainnya masih suka menyimpan video musik unduhan dari YouTube yang dibagikan dalam grup. Sedangkan untuk aplikasi, terutama yang dipakai di desktop dan laptop, sebagian besar dari mereka ogah membayar.

Saya pernah tiga kali melemparkan pancingan ke grup WhatsApp orang tua, pensiunan orang media, di dalamnya ada fotografer. Saya sentil, kalau bicara soal perlindungan hak atas karya cipta intelektual dari aplikasi legal olah gambar, fotografer lebih tertarik membahas perlindungan hak untuk foto dan video mereka. Soal aplikasi bajakan malah ada yang berkilah, “Gua nggak tau soalnya udah dipasangin sama toko di ITC Senayan.”

Begitulah, mendapatkan faedah ekonomis dari sebuah aplikasi berbayar dengan mengabaikan hak ekonomi pembuat aplikasi dianggap wajar.

Tak hanya perorangan. Perusahaan pun bisa begitu. Maka seorang editor visual pernah bilang ke manajemen, “Kalo Adobe mau, bisa somasi kita apalagi di belakang kita ada nama perusahaan besar.”

Apakah saya pernah menggunakan aplikasi bajakan? Jujur: ya.

4 thoughts on “Membayar apa yang kita pakai dalam ponsel

  1. mindset pada hal hal khusus untuk ‘bentuk’ yg sama, bisa beda.

    kaya saya ngeluarin duit 10.000 dari dompet untuk bayar sesuatu, itu berat banget dibanding bayar sesuatu tadi itu pakai qris ๐Ÿ˜

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *