Tadi saat membersihkan gambar di ponsel saya temukan tangkapan latar berita Kompas tentang gempa di Jayapura, Papua. Ternyata itu berita dua hari lalu.
Lalu saya pun teringat ada draf tentang rumah tahan gempa. Saya tengok masih ada. Hanya judul. Saya lupa kenapa tulisan itu berhenti. Mungkin tersebab saya mengantuk, mungkin ada hal lain. Draf tersebut tersimpan pada 23 Desember tahun lalu. Belum ada sebulan sih.
Walakin demikian saya ingat niat membuat posting itu karena cuitan di Twitter.
Retakan sumber gempa Chichi di Taiwan. Rumah2 yg berjarak 10-20 m dari retakan sumber gempa (garis putus2 kuning) bertahan krn dibangun dengan konstruksi yg baik mempertimbangkan beban gempa. pic.twitter.com/2vgkoDFZcP
— EkoYulianto (@YonKerbauRawa) December 22, 2022
Montase asal tempel dari foto lokasi paritan (tenda tengah), garis sesar lembang (belakang gubug) dan posisi konstruksi kondotel di atas gawir sesar: Fear Factor!!! Banyak rumah & hotel berposisi serupa dg kondotel ini: di atas gawir Sesar Lembang pic.twitter.com/3suAxk2pDC
— EkoYulianto (@YonKerbauRawa) December 22, 2022
Kemudian saya teringat konsep rumah tahan gempa dari Profesor Teddy Boen. Sila lihat laman tentang hal tersebut di blog Pak Teddy. Tersedia gambar beresolusi tinggi untuk Anda unduh.
Meski secara teknis saya tak paham benar, saya punya pertanyaan: pedoman sudah ada, kenapa pemda di wilayah rawan gempa tak mengingatkan warga?
Lagi-lagi ini soal penegakan aturan. IMB salah satunya. Teman saya yang pendiam tetapi sinis, bilang, “Jangan-jangan kepala daerah dan pejabat pemda yang berwenang nggak tau ada pedoman rumah tahan gempa.”
Saya berharap dia salah terka. Cuma suuzan dan asal tuduh.