Saya sering memintas jalan sepanjang 40 meteran selebar semeter yang diapit tanah gembur berumput tapi hampir selalu berair, lebih mirip rawa-rawa itu. Pada sisi kanan jalan, dari arah bidikan ponsel, kadang ilalang dibiarkan meninggi menghalangi pandangan mata ke sisi seberang, sehingga orang di sana tak menampak.
Belakangan jalan itu lebih terang. Lampu LED putih berlumens lebih tinggi memberikan rasa aman. Jalan beton lebih rapi lebar. Dahulu saat diapit ilalang saya harus was-was setiap kali memintas senja apalagi malam, berjalan kaki maupun bersepeda. Takut ada ular.
Saya yang penakut. Orang dari seberang setiap hari melintas merasa aman. Saat azan magrib memanggil, warga seberang lewat sana menuju musala.
Tadi malam saat setang saya belokkan ke jalan kecil itu tumben timbul niat untuk memotret. Pada jepretan kedua tiba-tiba-tiba datanglah gadis kecil usianya paling banyak hanya enam tahun. Saya menepikan sepeda, mempersilakan dia lewat.
Ternyata dia tidak bablas. Dia duduk sambil ngemil di buk. Saat itu pukul tujuh kurang lima, demikian menurut data foto saya.
Malam yang sepi. Tak tampak orang. Saya hanya melihat seorang lelaki tua sedang salat di musala dekat gardu ronda.
Saya khawatir. Malam sepi dia sendiri. Jangankan malam, siang hari pun saya khawatir jika ada anak perempuan kecil berjalan sendirian padahal suasana sepi, tak ada orang di depan rumah masing-masing.
Saya tak mendekat, lalu menyapa dia dengan suara yang saya yakin akan terdengar dari jarak sepuluh meter, “Adik mau ke mana? Kenapa sendiri, ini udah malam.”
Dia lancar menjawab. Antara lain, “Aku tinggal di rumah kakek.” Dia bilang ingin sendiri dan sudah terbiasa. Lalu dia balik bertanya, “Rumah Oom di mana?”
Jarak saya dan dia sekitar tiga meter. Bukan hanya agar aman bagi dia tetapi juga saya, siapa tahu bisa menimbulkan salah sangka bagi yang melihat. Saya justru berharap ada kamera CCTV di sana. Kenapa saya tak berbicara pelan juga supaya kalau ada yang mendengar takkan terbit prasangka. Saya sengaja tak menanya siapa nama dirinya, supaya saya tak menambah kesalahan dengan menjebaknya melanggar larangan don’t talk to any stranger.
Perjumpaan singkat segera saya akhiri. Saya menduga, oh berharap, salat seorang bapak dalam musala itu segera purna.
Dalam kayuh malam, yang saya dengar hanya tiktiktik suara sepeda saya, bersua motor dan orang pun seratus meter kemudian, saya melamun. Saya selalu khawatir melihat anak kecil, cowok dan terutama cewek, di luar rumah sendirian saat sepi apagi jika naik sepeda karena begal juga tega merampas pit. Penjahat seksual ada di mana-mana, bahkan dalam gerbong KRL.
Ketika saya kecil, sekira sembilan tahun, saya lihat sendiri seorang pemuda yang mengajak saya ke kebunnya, jauh dari rumahnya, untuk memetik kepundung, setiap kali bersua gadis sebaya saya, atau sedikit lebih tua, selalu meremas payudara mereka.
Saat itu saya jengah dan hanya menganggap itu tak pantas, lalu mengingatkan dia, “Kuwi saru, ora ilok.” Itu cabul, tidak pantas.
Dia hanya tertawa. Serupa suara tawanya saat para korban, gadis-gadis kecil itu, menjerit setelah diraba atau diremas. Pemuda itu kelas tiga SMP, di sebuah sekolah buangan, tetapi usianya mungkin empat tahun lebih tua dari teman sekelasnya. Banyak anak memanggilnya oom dan lik (dari kata paklik).
Istilah pelecehan seksual apalagi kejahatan seksual saat itu belum dikenal. Misalnya sudah ada pun mungkin saya belum paham.
2 Comments
Astaghfirullah. Deg-deg-an membacanya. 😔
Wuihh kaget juga, itu gadis kecil kok berani sendirian jam abis maghrib. Meskipun kakeknya sedang sholat di mushola terdekat, tapi tetep saja areanya bisa membuat orang jahat leluasa. Terlalu careless nih menurut saya, orangtua anak itu.
Tapi salute, tindakan Mas sudah betul tuh. Kalau ngobrol juga diberi jarak. Saya pernah nonton film Criminal Minds, yang modus operandinya tuh pinter banget. Si orang jahat membuat anak kecil sebagai umpan buat targetnya.
Jadi si anak kecil di tempat sepi menangis sedih, otomatis orang dewasa yang melihat ikut sedih dan pengen nolong, dan mengantarnya pulang. Akhirnya pas sudah sampai rumah si anak, ternyata si penolong disekap sama penjahatnya itu. Kan serem ya.
Jaman sekarang mau berniat menolong orang asing, meskipun lemah (anak kecil, orang sepuh), harus berpikir ribuan kali. Takutnya jebakan. 😔
Yah begitulah.
Saya sering waswas karena penjahat kelamin adalah di mana-mana 😭