Para pengusaha terkutuk itu ogah bikin merek sendiri, tega memalsukan merek oli pihak lain, juga membuat oli yang kualitasnya buruk sehingga merugikan konsumen. Sekali dayung para pemalsu merugikan dua pihak, yakni kelompok pengusaha dan konsumen. Saya menduga para pemalsu oli itu emoh memakai produk sendiri. Semoga hakim nanti menanyakan soal itu.
Laporan investigatif koran Kompas ini menarik. Para pemalsu sadar melanggar hukum sehingga mengerahkan segala kiat agar lolos dari jerat.
Menurut UU Merek dan UU Perlindungan Konsumen, para pemalsu itu diancam hukuman maksimum penjara lima tahun dan atau denda Rp2 miliar (untuk pemalsuan merek) atau nilai yang sama karena merugikan konsumen.
Nyatanya ada pemalsu yang cuma diganjar bui dua bulan dan denda Rp300 juta. Nilai denda itu setara laba pelaku per bulan.
Berapa coba kerugian pemilik merek karena pasarnya dirampok produk palsu, ditambah jenama produknya berpeluang tak dipercaya? Lalu berapa kerugian konsumen oli palsu karena kendaraannya rusak?
Salah satu persoalan besar Indonesia, siapapun pemimpinnya, adalah penegakan hukum dan keadilan. Silakan mencari contoh selain kasus mafia tanah yang mengakibatkan pemilik sah kehilangan hak atas tanahnya, dan kasus investasi bodong yang merugikan para investor karena uang tak kembali.
Akar semua itu adalah korupsi.