Tadi pagi saya hentikan sepeda saya yang hitam dengan aksen oranye di blok seberang kali. Di depan gardu listrik yang tinggi lantai dasarnya sekitar dua meter, dan di depan gardu ronda yang jika hujan deras lalu banjir pasti kaki peronda terendam — jarak kedua gardu itu sekira tiga puluh meter — ada rumpun perdu di tepi jalan yang diselingi bunga jingga.
PictureThis maupun Google Lens memberi tahu nama bunga itu Cosmos sulphureus. Tak ada aroma belerang pada kelopak kembang karena sulfur juga untuk menyebut warna kuning matang. Nama lain bunga ini adalah kenikir hias, untuk membedakannya dari kenikir sayur, dan kenikir kuning. Ada juga yang menyebut kenikir kosmos.
Tetapi kenikir yang ini orén, warna yang lebih sering disebut ketimbang jingga, dan lebih sering lagi oréns, sebagai pelafalan orange, karena kata oranye berkesan lawas, kebelanda-belandaan. Bahkan media pun ada yang lebih suka menyebut orange, mungkin karena rezim Google. Lihat misalnya artikel di Akurat.
Saya menyebutnya kenikir jingga. Lalu saya membatin adakah anak perempuan yang oleh orangtuanya diberi nama Kenikir Jingga? Bunga sering menjadi nama wanita. Pria dianggap kurang cocok bernama Melati, Jasmine, Cempaka, dan Mawar.
Nama untuk anak lelaki biasanya nama pohon. Misalnya Gaharu, Jati (padahal maksudnya bukan kayu jati), Sengon, dan Waringin. Nama marga orang Barat yang umum ada juga yang generik tumbuhan, misalnya Wood dan Woods, karena muasal nama bertaut dengan pekerjaan. Ada juga nama famili yang lebih jelas: Carpenter. Saya belum tahu apakah ada nama depan, resmi, pria berupa Cannabis maupun Papaver (dari Papaver somniferum, tanaman opium poppy) — apalagi Ganja; kalau julukan Cimeng sih ada.
Misalnya ada gadis benama Kenikir Jingga, kira-kira apa nama panggilannya: Kiki, Niki, Kikir, atau Carrie?