Pantun bordil Dolly: Tanjungperak kapalé kobong, mangga pinarak kamaré kosong.
↻ Lama baca 2 menit ↬

Saat membaca laporan majalah berbahasa Jawa Panjebar Semangat perihal eks kompleks pelacuran Dolly di Surabaya, Jatim, saya pun teringat kaus yang saya buat pada 2014, untuk mengenang kawasan legendaris yang baru bisa ditutup setelah Risma menjadi wali kota.

Kaus berjenama AEE (singkatan Ahagia Entosa Ejahtera) dengan tajuk Good Bye Dolly tersebut menyitir parikan atau pantun khas Dolly: Tanjungperak kapalé kobong, mangga pinarak kamaré kosong. Tanjungperak kapalnya terbakar, mari mampir kamarnya lowong.

Dari mana saya dapatkan kalimat itu? Dari buku Dolly: Membedah Dunia Pelacuran Surabaya — Kasus Kompleks Pelacuran Dolly (Tjahjo Purnomo dan Ashadi Siregar, Pustaka Utama Grafiti: 1983). Buku itu bermula dari skripsi Tjahjo, mahasiswa sosiologi Unair, Surabaya.

Pada zamannya, buku dengan data khas skripsi dan sketsa itu membuat terperangah. Dolly, dari nama muncikari Mama Dolly, itu tersohor, telah menjadi bagian dari faset identitas Surabaya yang tentu saja tak dibanggakan warga kota maupun terlebih wali kota. Orang pun penasaran, ingin tahu.

Dengan latar yang tebal hipokrisi pada era Orde Baru, sebelum buku Dolly juga ada buku tentang prostitusi: Menyusuri Remang-remang Jakarta (Yuyu A.N. Krisna, Pustaka Sinar Harapan: 1981).

Buku karya Yuyu, wartawati Sinar Harapan, bermula dari serial liputan feature di korannya. Buku itu kemudian difilmkan dengan judul yang sama (Lukmantoro D.S.: 1981 ¬ lihat: Film Indonesia)

Demikianlah, cerita tentang pelacuran selalu menarik, juga bagi orang yang tak pernah berurusan dengan jagat palanyahan.

Lalu setelah reformasi muncullah buku Moammar Emka, Jakarta Undercover, (2003; dalam edisi bahasa Indonesia dan kemudian bahasa Inggris dan Belanda) yang bermula dari serial di majalah hiburan pria Popular.

Hasil survei tentang keterbacaan media cetak, yang dirujuk kalangan periklanan, jika menyangkut majalah ini selalu mengundang tawa. Angkanya tak setinggi bayangan khalayak. Kuat diduga, responden tak mengaku membacanya. Bahkan ada pembaca loyal yang tak membawa pulang majalah Popular yang dimodali Aburizal Bakrie itu. Laporan Emka kemudian difilmkan dengan judul yang sama (Lance: 2007, buku menjadi inspirasi), dan kemudian Moammar Emka’s Jakarta Undercover (Fajar Nugros: 2017).

Laporan tertulis Emka lebih juicy ketimbang dua buku sebelumnya yang terbit abad lalu. Buku Dolly menjadi kaya akan drama disertai aneka bumbu uhuy ketika menjadi latar tuturan Hotman Siahaan, sang dosen pembimbing, dalam diskusi terbatas.

PSK, WTS, pelacur, lonte…

Bersua calon kupu-kupu malam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *