Koran dan majalah plus tabloid retur itu hal biasa. Kalau media cetak tak laku, agen akan mengembalikan ke penerbit. Saya pernah menahan tangis masuk gudang retur bagian sirkulasi: semua tumpukan produk tak laku itu dibor, ada juga yang digergaji listrik. Seakan-akan jerih payah awak redaksi di lapangan dan mengejar tenggat dengan begadang tak ada artinya.
Sebelum saya melihat nasib produk, petugas gudang sirkulasi bilang, “Yang tabah ya, Mas.”
Pada masa jaya koran, Kompas tentu di atas angin. Mungkin persentase retur tak sebanyak koran lain. Dahulu begitu kuatnya Kompas sehingga bisa menjadi alat penekan korporasi terhadap agen media cetak dan biro iklan. Kalau agen majalah bandel ogah setor hasil penjualan, mereka takkan dijatah Kompas. Jika biro iklan dan pembeli ruang media mengulur pembayaran untuk majalah, mereka tak boleh pasang iklan di Kompas.
Kini ada pelapak lokapasar menyediakan koran retur, masih terlipat rapi, dijual per kilogram, biasanya untuk bungkus. Misalnya di Tokopedia.
Tetapi ada juga konsumen yang kecewa, hanya memberikan empat dari lima bintang. Koran retur yang dia terima isinya sama semua, dari edisi yang sama, padahal mungkin dia membeli bukan untuk bungkus.
2 Comments
Masih adakah guru sekolah sekarang yang menugasi murid-muridnya melakukan sesuatu dengan bahan koran misal mengumpulkan artikel bertema tertentu?
Seiring makin meluasnya penetrasi internet, apalah via ponsel, tugas macam itu berkurang. Apalagi guru juga mengalami regenerasi. Guru penyuap kliping sudah sepuh dan pensiun.