Dari sejumlah foto berita tentang kenaikan harga BBM hari ini, yang saya tengok secara acak, paling mengesankan saya adalah foto dari SPBU di Palembang, Sumsel, dimuat oleh media Jakarta, yakni Kompas.id yang tak punya subdomain regional. Foto tersebut bukan menggambarkan antrean sebelum 14.30 — yaitu jam pemberlakuan harga baru — melainkan proses penggantian peraga angka harga.
Karena letak bidang tempelannya tinggi, agar terlihat pembeli dari jalan, petugas SPBU menggunakan perancah atau steger (scaffolding) yang lebih stabil ketimbang tangga.
Jika peraga harganya bersistem elektronik, penggantiannya tak memerlukan tangga maupun perancah. Nyatanya masih banyak SPBU menggunakan cara papan harga ala supermarket yang mengharuskan kartu angka. Kelak, rasanya tak sampai sepuluh tahun lagi, setelah semua SPBU menggunakan papan elektronik, foto ini menjadi jejak sejarah.
Kok harga seliter Pertamax dalam foto menjadi Rp14.850, bukan Rp14.500? Harga di Sumsel, Babel, Lampung, Sumut, Sumbar, dan Aceh memang Rp350 lebih mahal daripada Jawa.
Namun di Riau, Kepri, Jambi, dan Bengkulu harga seliter Pertamax lebih mahal lagi: Rp15.200.
Adapun Dexlite, di Jawa Rp17.100, sedangkan di Sumatra Rp14.500—Rp17.800.