Tadi siang, setelah menyalami sahibulhajat, saya pun duduk. Ternyata kursi kosong di depan saya bertuliskan “tamu undangan”. Saya kemudian berdiri, memutar badan, melihat apa tulisan untuk kursi yang saya duduki. Ternyata nihil, tanpa tempelan. Namun kursi di sebelahnya bertuliskan “wali melati putri”. Hal itu saya ketahui setelah saya berpindah tempat duduk ke belakang.
Lalu secara acak saya menebar pandang. Ternyata sejumlah punggung kursi, pada bagian luarnya, ditempeli kertas. Hmmm… ini acara sunatan. Nama-nama dalam kertas tak saya kenal. Saya tahu masing-masing nama dari lima penghuni rumah yang berhajat.
Saya menduga, pegawai persewaan kursi dan tenda tak melepaskan tempelan itu. Lalu saya membatin, dalam hajatan penyewa sebelumnya berarti ada kursi kosong untuk orang yang tak diundang namun bertamu. Baik hati betul si penyewa sebelumnya itu. Ketika saya mengonfirmasikan stiker kepada ibu si tersunat, dia baru tahu ada tempelan itu dan tertawa.
Maka saya pun mencoba mengingat pernahkah menjadi tamu tak diundang dalam arti harfiah untuk hajatan. Oh, belum. Tetapi saya tahu, dulu ada sejumlah reporter yang bersungut-sungut ketika ditugasi meliput akad nikah, pemberkatan nikah, bahkan resepsi pernikahan seleb.
“Nggak diundang kok nongol. Malu,” kata salah seorang. “Apalagi ketemu orang yang diundang,” kata yang lain.
Kalau tamu tak diundang dalam arti kiasan, kita tahu. Lebih tak menyenangkan artinya. Mungkin mantan kekasih yang tak diundang tetapi mendatangi resepsi pernikahan pasangan lain untuk mengacau termasuk jenis ini.
Dari orang katering dan kerabat yang pernah menjadi bagian keamanan panitia pernikahan, saya mendapat cerita bahwa tamu tak diundang selalu ada, malah katanya ada yang sampai dihafal satpam gedung. Bermodal baju batik, ada yang berpasangan, mereka ingin makan gratis, bahkan ada yang memasukkan makanan ke dalam tas.
Saya juga dapat cerita ada yang menyusup ke dapur. Berlagak sebagainya panitia. Mengatur agar ada pengantaran ke sudut tertentu.
Moral kisah? Selain ada orang yang cenderung kurang suka memenuhi undangan pesta, ada pula yang sangat bersemangat sebagai relawan pencicip hidangan tanpa diundang, bahkan mengenal yang punya acara pun tidak.
Hanya untuk makan? Ah tetapi mereka kan sudah memasukkan amplop sumbangan? Berarti sudah bayar kupon all-you-can-eat.
4 Comments
Sudah memasukkan amplop sumbangan? Berani taruhan, itu amplop kosong, atau diisi kertas agar terlihat seperti berisi uang.😁
Oh ada yang gitu? Jiannn 🙈
Lha kalau mbludhus kan maunya gratis, tidak keluar duit. Sama dengan mereka yang nggabrul semprul itu.
Tunggalé nggabrul ing warung selat