Menyirami malam hari dan lamunan ihwal jalan sepi

Lingkungan Anda pasti sudah berubah bila dibandingkan sepuluh tahun silam apalagi lebih. Namun kita sering tak menyadari.

▒ Lama baca 2 menit

Menyirami malam hari dan lamunan ihwal jalan sepi

Belum ada pukul tujuh malam, saya menyirami tanaman. Saya selalu memperhatikan adakah pejalan kaki, pesepeda, pemotor, dan pemobil yang melintas supaya semburan air dari selang saya, dari balik pagar, tak mengenai mereka.

Malam ini sepi. Apakah karena hari libur, tanggal muda pula? Tetapi bukan hari kejepit, karena Sabtu. Sebenarnya secara umum jalan depan rumah saya memang sepi. Pada jam tertentu saja ada mobil melintas, mereka ingin memangkas jarak, karena tak berumah di jalan yang sama dengan saya.

Rumah saya agak berhadapan dengan pertigaan, kadang saat memasukkan atau mengeluarkan mobil ada mobil lain yang menunggu. Tetapi tadi saat saya menyirami tak ada orang, sepeda, motor, maupun mobil.

Masa paling sepi terjadi saat PPKM dan angka Covid-19 tinggi banget, di area saya banyak yang kena. Tetapi sebelum ada itu pun sepi terutama siang hari dan setelah magrib.

Saat berjalan kaki, misalnya ke minimarket, saya jarang bersua orang di jalan alamat saya. Tak ada orang yang di teras. Banyak warga sudah pensiun. Tak semuanya hidup bersama cucu. Hanya pada hari libur anak kecil beredar tapi tak sebanyak dulu. Apakah karena dua puluh tahun lalu internet ponsel belum meluas?

Menyirami malam hari dan lamunan ihwal jalan sepi

Likuran tahun silam sebelum pukul tujuh malam ada saja orang berjalan kaki, dari pangkalan angkot CH T10 dari dan ke Cililitan. Sampai lebih dari tiga puluh tahun lalu di area saya jarang orang punya motor, tapi tak sedikit yang punya mobil. Angkutan umum menjadi andalan.

Pertambahan motor terasa awal 2000-an ketika kredit makin mudah, dan anak-anak mulai remaja. Akhirnya lumrah jika dalam satu rumah ada lebih dari satu motor. Pun lumrah jika cewek, yang akhirnya jadi ibu, di lingkungan saya naik motor. Likuran tahun lalu belum.

Kini jarang orang berjalan kaki. Jarak dekat pun naik motor. Sepeda hanya untuk berolahraga pagi, itu pun tak rutin.

Menyirami malam hari dan lamunan ihwal jalan sepi

Dahulu ketika banyak orang berjalan kaki, sehingga menyirami tanaman harus berhati-hati, ada suara khas yang mewarnai sore hingga malam selewat magrib: suara sol sepatu perempuan menapak jalan beton, mereka pulang kerja. Dulu sniker dan rok kerja bukan paduan lumrah karena seperti anak sekolah.

Lebih penting lagi, para pemakai sepatu berbunyi tok itu sudah lama pensiun, kini jadi nenek. Tentu para pria yang sepatutnya tak bersol karet, sehingga bunyi tok, tetapi jumlah mereka lebih sedikit dari perempuan bersepatu bunyi, juga sudah lama pensiun, menjadi kakek, sebagian sudah berpulang.

Dahulu ketika saya berpindah ke lingkungan saya, sebagai ayah dari seorang bayi, saya adalah kepala keluarga termuda di jalan alamat saya.

Tadi ketika mematikan keran air, usai pula lamunan saya yang bermula dari membatin jalan sepi.

Menyirami malam hari dan lamunan ihwal jalan sepi

Tinggalkan Balasan