↻ Lama baca < 1 menit ↬

Kapitalisasi Citayam Style

“Jangan soksialis gitulah. Itu namanya sinis. Kayak ada unsur dengki dan curiga ama orang makmur.”

“Enak aja nuduh.”

“Iya, gaya gitu tuh tipikal soksial!”

“Kok gitu?”

“Lagi pula nyebut si miskin segala. Emang mereka ngerasa miskin? Sebagian udah punya fulus dari ngonten. Ibarat bisnis, ada pengusaha besar dan kecil, yang penting sama-sama pengusaha.”

“Tapi kapitalisasi ginian nggak oke! Ada unsur manipulatif!”

“Emang siapa yang mulai bikin istilah Citayam Fashion Week? Bukan anak-anak Citayam kan? Mungkin yang bikin nggak ada niat kapitalisasi, tapi efeknya the-so-called urban middle class, termasuk politikus oportunis, akhirnya manfaatin pentas Citayam. Anak Citayam nggak keberatan.”

“Hmmmm…”

“Biasa itu. Sejarah seni mengenal pengerekan derajat produk kesenian bawah ke atas, ke dunia para menak, dengan sofistikasi, pencanggihan…”

“Beda. Itu namanya adopsi.”

“Oke, apapun namanya terserah. Tapi sebagai brand atau apalah, emang Citayam Fashion Week bakal langgeng?”

“Habis ini pasti ada ceramah afirmatif komodifikasi atau apalah, pake bahasa sok terpelajar cuma buat pembenar…”

“Situ juga mulai rumit!”

¬ Gambar praolah: Shutterstock

¬ Pemutakhiran 25/7/2022, 11.38: penjelasan Baim Wong (¬ Detik)

Busana keagamaan dan busana Citayam