Kompas melaporkan perang Rusia-Ukraina dari Warsawa, Polandia, dan Kyiv (Kiev), Ukraina, disertai foto jepretan sendiri tentang pengungsi yang kembali ke ibu kota. Saya menduga, hal ini sekarang adalah langkah mahal bagi media. Bahkan untuk gelaran olahraga semacam Asian Games, Piala Dunia, Thomas Cup, dan Olimpiade tak semua media sanggup apalagi selain mengirimkan reporter juga fotografer. Kenapa? Mahal.
Bahkan dulu ketika media cetak masih berjaya, tak semua media sanggup mengirimkan jurnalisnya untuk meliput langsung ke luar negeri. Jalan tengah tentu ada, memanfaatkan koresponden di luar negeri, biasanya mahasiswa Indonesia yang sedang kuliahnya di sana — bisa juga di negeri tetangga tempat peristiwa.
Bisnis media semakin berat. Penerbit yang dulu makmur di era cetak pun kian berhemat setelah era daring. Di sisi lain, kebutuhan dan kebiasaan pembaca juga berubah. Boleh jadi hanya pembaca setia media, apapun nama medianya, yang senang dengan liputan langsung, lengkap dengan foto hasil jepretan awak media itu. Di sisi lain, stasiun televisi dapat menyiarkan langsung wawancara penyiar dengan perwakilan RI di luar negeri.
5 Comments
Meliput langsung keluar negeri, termasuk liputan haji?
Saya ingat soal ini karena kemarin kawan saya dari kantor Tribunnews.com di Solo bertolak ke Jakarta, saat saya tanya ada urusan apa, dia jawab akan berangkat meliput berita haji dua-tiga hari mendatang.
Ya, termasuk.
Saya gak tau apakah sekarang masih ada “embeded journalist” dalam kloter.
Selain calon jemaah, dulu dalam kloter kan ada petugas kesehatan dan pendamping dari pemprov. 🙏
Dua hari lalu saya lupa tanya ke kawan itu tentang biaya liputan, apakah full oleh kantor atau bagaimana.
Soal lain, dia bilang terpilih jadi jurnalis peliput kegiatan haji di Tanah Suci lewat seleksi banyak orang di kantor. Tapi saya nggak nanya model seleksinya.
Yang pasti peliputnya muslim. Ini bukan diskriminasi, karena ini adil dan sesuai syarat tuan rumah, yaitu Kerajaan Saudi. Hanya muslim yang boleh masuk Makkah dan Madinah. 😇
👍