Emang napa kalo misalnya Pertamina menaja? Itu bukan perusahaan Ahok lho.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Meributkan sponsor balapan Formula E

Ada saja aneka kisah sebelum ABB Formula E World Championship 2022 Jakarta digelar Juni ini. Setelah soal sirkuit lalu tiket, kemudian sponsor produsen miras yakni Heineken dan Moët & Chandon, dan akhirnya soal kenapa BUMN terkesankan tak antusias menaja acara.

Soal miras bisa dianggap selesai karena panitia berjanji takkan ada paparan visual di sirkuit. Kedua jenama miras itu sebenarnya satu paket dengan lisensi balap Formula E. Kritik soal miras datang dari pencinta Gubernur DKI Anies Baswedan maupun penolaknya.

Lalu soal BUMN? Kubu Anies menuduh, pemerintah di bawah Jokowi tak ingin balapan itu sukses supaya ada kesempatan mendelegitimasi Anies.

Sedangkan kubu penolak Anies yang notabene pendukung Jokowi, meledek lawan kenapa dulu suka menyerang BUMN dan menterinya, Erick Thohir, lantas berharap bantuan.

Saling balas wacana seperti berputar lap demi lap, sehingga orang tak membahas siapa pebalap dan tim unggulan, bahkan nama mereka pun belum bergema bagi awam.

Taruh kata pemerintah menugasi Pertamina, atas nama kampanye hemat energi fosil, pasti dianggap komedi karena komisaris utamanya adalah Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, gubernur pendahulu Anies yang kalah Pilgub 2017 karena politisasi agama oleh Anies.

Padahal misalnya Pertamina menaja balapan, apa salahnya sih? Pertamina bukan perusahaan Ahok.

Jadi apa inti masalahnya? Setiap langkah Anies menjadi masalah politis karena menyangkut luka dan keterbelahan masyarakat akibat pilgub. Gubernur lain, bahkan termasuk gubernur DKI sebelum mereka, tak mengalami hal itu.

Ramai soal tiket balapan Formula E

¬ Mohon maaf untuk Vicks Formula 44 nan legendaris karena telah saya libatkan dalam parodi

2 thoughts on “Meributkan sponsor balapan Formula E

  1. Kemarin akun seorang kawan di FB saya hapus dari daftar teman setelah meledek Anies secara ndembik terkait acara ini.

    Beberapa jam sebelumnya saya hapus akun teman lain setelah membuli anak Kang Emil yang tenggelam di sungai di Swiss.

    Harus memulai sesuatu, meski kecil, untuk mengurangi keterbelahan masyarakat.

    1. Dampak polarisasi politik ini menggangu silaturahmi.

      Soal musibah keluarga Kang Emil saya prihatin berlipat karena melihat komen di medsos, termasuk yang sotoy minta militer dan SAR Indonesia beranjak ke Swiss.

      Medsos kita menampakkan banyak kepingan potret masyarakat Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *