Subuh tadi saya dapat hiburan mata, berupa foto liputan Kompas dari taman mangrove Sungai Jingkem di Kampung Sembilangan, Desa Samudra Jaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi.
Ada dua versi pemampangan foto. Versi koran berupa foto vertikal. Sedangkan versi web, bukan e-paper, horizontal panoramis.
Kebetulan kedua gaya pemuatan itu sama-sama bagus. Saya tak tahu versi yang sebelum dirotasi yang mana. Kalau foto orang jejer tentu tak menarik kalau dirotasi paksa, searah maupun berkebalikan arah jarum jam.
Di luar pilihan selera horizontal maupun vertikal, pemuatan foto vertikal di web lebih memakan memori. Opsi foto bujur sangkar menjadi jalan tengah, padahal cropping kadang mencederai gambar. Lagi pula masa sih layar ponsel harus ikut pakem layar desktop dan laptop?
Sejauh ini konten web adaptif hanya sebatas teks dan tata letak termasuk dalam menu untuk ponsel. Untuk gambar, situs berita dan blog umumya berprinsip pada web untuk layar horizontal. Sejauh ini situs berita cenderung menghindari gambar berformat Instagram Story. Tolong Anda koreksi kalau saya salah.
Saya membayangkan solusi dari developer web supaya foto 9:16 dan 16:9, dengan ukuran sama, bisa dibuat sama ukuran berkasnya, berdasarkan foto horizontal sebagai default, bukan memperkecil ukuran berkas gambar vertikal, untuk halaman web sederhana, misalnya untuk media berita dan blog.
Mangsud daripada saya, satu foto horizontal di gawai pembaca bisa tampil rebah maupun berdiri, sesuai selera pembaca berita dan blog seperti saat menyunting gambar dari layanan daring di web. Eh, mungkin dalam sistem blok WordPress dan Gutenberg sudah? Jangan tertawa, saya ngeblog via ponsel masih dengan opsi klasik — versi HTML-nya juga lebih simpel. Maklum, wong lawas alias tuwèk.
Lho, bukannya bisa pakai embed code dari platform lain untuk gambar vertikal, kenapa mesti repot? Atau pakai cara lama berupa thumbnails?
Eh, bingung saya. Akibat terlalu banyak mau tapi tak mampu. Maaf.
Pasti Anda bergumam, “Masalah sampean apa sih?”
2 Comments
Mau komen tapi takut salah karena saya nggak mudheng soal beginian. Tapi yang saya lihat sih, dalam contoh foto Kompas itu, horizontal dan verikal sama-sama skoy.
Yang penting skoy. Tapi tidak berlaku untuk semua foto.
Saya menduga, mata manusia yang jejer dan stereoskopis terbiasa dengan lanskap alias bidang pandang horizontal, sampaikan kemudian lukisan potret (wajah orang) menghadirkan format vertikal. 🙏