Solo belum menyetop sèngsu

Solo belum berbuat, Wali Kota Gibran bingung, minta solusi. Bikin perda aja, Dik. Masa sih ndak bisa?

▒ Lama baca < 1 menit

Wali Kota Gibran tak tahu cara stop perdagangan anjing untuk daging di Solo

Jateng bebas rabies sejak 1997. Tetangganya, Jabar, tak berstatus bebas rabies sejak 2008. Nyatanya pemasok anjing potong ke Jateng, tak jelas anjing siapa saja, adalah Jabar. Anjing itu untuk disembelih. Dagingnya untuk tongseng asu (sèngsu) dan rica-rica.

Solo, yang bernama resmi Surakarta, hingga kini belum mengikuti sepuluh kota lain di Jateng dan Jatim yang sudah memiliki perda pelarangan memperdagangkan anjing potong dan daging anjing.

Maka kepada Wali Kota Gibran Rakabuming Raka, Dog Meat Free Indonesia (DMFI) meminta Solo menghentikan perdagangan dan konsumsi daging anjing (¬ CNN Indonesia).

Menurut data DMFI, dalam seminggu ada pasokan 600 ekor anjing potong untuk Solo Raya, sehingga sebulan ada sebulan 2.400 ekor anjing. Adapun penyaji sèngsu dan rica-rica, di Kota Solo ada 85 pedagang. Sedangkan konsumennya meliputi tiga persen warga Solo.

§ Sengsu: Proses Seekor Anjing Jadi Olahan Kuliner di Kota Solo (¬ Solopos)

§ Petisi stop perdagangan anjing dan daging anjing (DMFI)

§ Instagram DMFI

¬ Gambar praolah: Republika (Gibran) , Amazon (patung anjing poliresin karya Toscano Terrence), Shutterstock (piring)

4 Comments

junianto Rabu 27 April 2022 ~ 22.32 Reply

Selain sengsu asu dan rica-rica asu, di Solo populer juga istilah sate RW alias sate erwe. Saya pernah dengar, RW maksudnya rhiwuk, ya asu itu.

Tapi menurut Wikipedia, daging anjing di Minahasa disebut erwe karena singkatan dari rintek wuuk, bahasa Manado, yang berarti bulu halus — anjing.

BTW Mas Gibranvdi Solo memang belum mau melarang penjual sengsu dan semacamnya itu meski kabupaten-kabupaten tetangga, seperti Karanganyar dan Sukoharjo, sudah melarang.

Hanya, larangan itu tidak efektif seperti di Sukoharjo (melarang sejak 2020) sebagaimana terlihat dari arsip berita 25 Februari 2022 ini https://timlo.net/baca/68719726961/warung-sate-anjing-masih-dijumpai-di-sukoharjo-ini-kata-bupati/

Pemilik Blog Kamis 28 April 2022 ~ 11.32 Reply

Uh sate juga?
RW emang singkatan dari Kawanua.

Uh susah ya menghadapi tradisi sebagian warga. Belum seberat Tomohon sih.

Dulu di Cawang, Jaktim, di dekat lapo-lapo itu ada warung daging memajang badan waung utuh tanpa kulit, masih mentah. Gak tega.

Koran Tempo pernah memuat esei foto jagak anjing. Gak tega liatnya.

Apalagi dengar cerita dan kesaksian bagaimana anjing dibunuh. Itu menyiksa.

Dalam Islam, menyembelih itu ada adabnya, makanya ada pelatihan penyembelih hewan kurban agar tak menyiksa krn menyiksa hewan apapun itu dilarang.

Bahkan sebelum menyembelih hewan, seseorang tak boleh mengasah pisau di depan si hewan. Tentu setiap penyembelihan disertai doa.

Adab ini saya rasa baik secara universal.

junianto Kamis 28 April 2022 ~ 11.57 Reply

Iya, sate juga. Paman. Yang saya belum pernah dengar/tahu adalah gule waung. Tapi kemungkinan besar ya ada juga.

Iya, saya juga pernah diberi tahu cara orang membunuh/menyembelih waung….

Tinggalkan Balasan